"Awalnya dibuat TPS 3R, tapi kenyataannya tidak. Malah bukan TPS 3R tapi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari awal sudah ada penolakan dari warga," paparnya.
Selama satu tahun beroperasi, TPS tersebut dipakai untuk menampung sampah warga Sawahan. Warga pum dikenakan retribusi sebesar Rp 15.000 per bulan.
"Yang buang sampah itu warga Sawahan, tapi kami sudah tidak buang lagi sampah. Warga sudah protes itu sejak Desember 2021," sambungnya.
Warga sendiri melaporkan keluhan ini
ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, kecamatan, hingga kelurahan. Bahkan dari petugas DLH sudah datang dan mengecek
Baca Juga:Duh, DLH Balikpapan Prediksi Pembangunan IKN Berdampak Penambahan Volume Sampah
"Sudah kita hubungi DLH, bahkan ada respon tapi langkah yang diambil terlalu lambat, jadi banyak warga banyak yang tersiksa. Kita berharap TPS ini bisa ditutup," ucap dia.
Terpisah Kepala Desa Sawahan, Agus Sunarno saat ditemui mengatakan belum ada rencana penutupan TPS tersebut. Karena langkah ini sebagai upaya untuk mengatasi TPS liar yang ada di Desa Sawahan.
"Belum ada rencana penutupan. Dulu di sekitar sini banyak sampah yang dibuat dibuang dan menumpuk di pinggir jalan, akhirnya kita bangun TPS ini tidak ada lagi sampah dibuang di pinggir sampah atau sungai," jelasnya.
Agus mengatakan, sudah ada beberapa solusi untuk mengatasi penumpukan sampah di TPS itu. Seperti memindahkan TPA Winong Boyolali, Dibuang ke TPA Putri Cempo Solo hinga sebagian sampah ditimbun di lokasi.
"Sudah ada solusi sebenarnya. Kalau dibuang ke TPA Putri Cempo jelas tidak mungkin karena berada luar wilayah Boyolali," tutur dia.
Baca Juga:Komunitas The Mulung, Selamatkan Bumi dengan Membuat Kolase Sampah
"Kalau dipindahkan ke TPA Winong anggaran yang dikeluarkan cukup besar dan kita tidak mampu, biaya angkut sendiri satu dam mencapai Rp 650 ribu untuk 12 kubik sampah, sementara yang dibutuhkan itu 250 dam untuk mengangkut," paparnya.