SuaraSurakarta.id - Seorang bapak berinisial D (34) warga Sukodono, Sragen hingga kini masih berupaya mencari keadilan hukum bagi anaknya W (9) yang menjadi korban rudapaksa yang sudah terjadi dua tahun silam.
Lantaran kasus tak kunjung usai, dia mengungkapkan bahwa sang korban kini mengalami trauma mendalam, menangis hingga ketakutan jika bertemu orang tak dikenalnya.
"Pascakejadian itu, anak saya kini terus mengalami trauma. Bahkan, W sempat meminta pindah rumah atau sekolahan, karena bullyan terus dialaminya," terangnya.
Pria yang juga berproesi sebagai penjual makanan cilok keliling tersebut juga menjelaskan karena kasusnya tak kunjung usai mengingat dugaan pelaku S (38) yang juga sebagai tetangganya tersebut masih bebas berkeliaran di desanya.
"Pelaku itu masih bebas, berkeliaran di desa. Anak saya kalau tahu dan berpapasan dengan pelaku dirinya menangis dan berlari ketakutan," jelas D disela jualan ciloknya.
Berbagai cara juga sudah dilakukan oleh sang ayah, untuk menanggulangi rasa trauma yang kini diderita anaknya. Namun, hingga saat ini rasa trauma itu masih dialaminya.
"Kemarin saja ada panggilan lagi ke Polres Sragen, dirinya takut dan nangis," tuturnya.
Bahkansambil mengusap air mata, Kabupaten Sragen banyak layanan mengenai penanggulangan Psikologis bagi anak, namun dirinya mengungkapkan tak pernah mendapatkannya.
"Saya belum pernah mendapatkan selama anak saya mengalami trauma. Padahal jelas- jelas di banyak media menginformasikan layanan Psikologis bagi anak. Tapi mana enggak ada," ujarnya.
Selain itu, dirinya juga bercerita sempat mendatangi kantor Bupati Sragen, untuk bertemu orang nomor satu di mencari petunjuk keadilan bagi anaknya yang kini mengalami tekanan rasa trauma itu.
"Saya sempat kesana kantor bupati. Belum sempat ketemu, baru masuk kawasan dan saya meminta ijin untuk bertemu dengan bupati, malah saya " diusir" ya saya langsung pergi," paparnya.
"Dalam hati saya bertanya, semisal jika hal ini terjadi pada anak anda yang masih umur 9 Tahun, tidak mendapat keadilan. Apa yang akan diperbuat," urainya.
Untuk diketahui, orang tua korban, sebelumnya sudah melaporkan kejadian persetubuhan ini di Polres Sragen pada akhir Desember 2020.
Orangtua korban melaporkan S (38) yang juga warga Sukodono sebagai pelaku pemerkosaan. Namun setelah hampir dua tahun proses berjalan, polisi belum berhasil mengungkap kasus tersebut.
Sementata orang tua korban dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron terus mendesak pengungkapan kasus pemerkosaan anak tersebut.
Polisi sendiri mengaku mendapatkan sejumlah kendala dalam pengungkapan kasus, pasalnya waktu pelaporan dengan dugaan tindak pidana berselang satu bulan. Polisi telah memeriksa 16 saksi, termasuk saksi korban dan terlapor.
"Saya melihat bagaimana rekan penyidik bekerja siang dan malam, melakukan gelar perkara, dan hal-hal yang menjadi atensi dari tim supervisi. Tim supervisi dari Direskrimum Polda Jateng telah hadir, kita telah buka semua file yang telah dikerjakan tim Polres Sragen," paparnya.
"Kami mohon doa nya, sebentar lagi ada hasilnya. Komitmen kami untuk membuat terang tindak pidana akan segera menemukan pelaku. Agar rasa keadilan masyarakat rasa keadilan korban dapat segera terwujud." Ungkap Kapolres Sragen, AKBP. Piter Yanottama, kepada awak media beberapa waktu lalu di kantornya.
Kontributor : Budi Kusumo