Awal Ramadhan Masih Menunggu Sidang Isbat, Ini Alasan Metode Penentuannya Berbeda ?

Penentuan Ramadhan melalui sidang isbat dilakukan setelah menerima laporan dari para pemantau hilal yang tersebar di 101 titik mulai dari Sabang sampai Merauke

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 01 April 2022 | 10:33 WIB
Awal Ramadhan Masih Menunggu Sidang Isbat, Ini Alasan Metode Penentuannya Berbeda ?
Ilustrasi Penentuan Ramadhan melalui sidang isbat dilakukan setelah menerima laporan dari para pemantau hilal yang tersebar di 101 titik mulai dari Sabang sampai Merauke. (Pixabay)

Namun apa sebenarnya metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, Rukyatul Hilal, dan kesepakatan MABIMS?

Metode

Metode Hisab Wujudul Hilal merupakan metode yang menghitung secara astronomis posisi bulan. Bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat; telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Menjadikan keberadaan bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan baru merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.

Baca Juga:Tak Ada Lagi Pembatasan, Warga Jawa Tengah Diimbau Tetap Taat Prokes Saat Menjalankan Ibadah di Bulan Ramadhan

Sama seperti imkan rukyat, metode wujudul hilal juga bagian dari hisab hakiki. Bedanya, wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab imkan rukyat. Jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat terbenam matahari, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Rukyatul Hilal adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Kamariah. Dengan kata lain, rukyat hanya dilakukan manakala telah terjadi konjungsi bulan-matahari dan pada saat matahari terbenam, hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi dapat terlihat.

Jika pada tanggal tersebut hilal tidak terlihat, entah faktor cuaca atau memang hilal belum tampak, maka bulan kamariah digenapkan jadi 30 hari. Metode ini biasanya dilakukan menjelang hari-hari besar umat Islam seperti awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Metode ini tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan, karena tanggal baru bisa diketahui pada h-1 atau hari ke-29.

Namun bagi MUI, kedua metode tersebut sebenarnya satu kesatuan, karena baik hisab maupun rukyat saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Hasil perhitungan astronomi atau hisab, dijadikan sebagai informasi awal yang kemudian dikonfirmasi melalui metode rukyat (pemantauan di lapangan).

Baca Juga:Puluhan Pasangan Bukan Suami-Istri di Karawang Diciduk Satpol PP, Publik Malah Sindir Hal Ini

Sementara itu, kriteria MABIMS merupakan hasil Muzakarah Rukyah dan Takwim Islam MABIMS pada 2016 di Malaysia. Kriteria ini diperkuat oleh Seminar Internasional Fikih Falak di Jakarta yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta tahun 2017 serta baru diterapkan di Indonesia pada 2022.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini