Bahas Masalah JHT, Pekerja se-Soloraya Ajak Gibran Audiensi, Berharap Bisa Memberikan Pengaruh ke Pemerintah Pusat

Sejumlah serikat pekerja se-Soloraya mengajak Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka melakukan audiensi

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 25 Februari 2022 | 11:29 WIB
Bahas Masalah JHT, Pekerja se-Soloraya Ajak Gibran Audiensi, Berharap Bisa Memberikan Pengaruh ke Pemerintah Pusat
Ilustrasi buruh. Sejumlah serikat pekerja se-Soloraya mengajak Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka melakukan audiensi. [Suara.com/Ema Rohimah]

SuaraSurakarta.id - Masalah jaminan hari tua (JHT) untuk pekerja terus disuarakan oleh para buruh. Mereka tak setuju, jika dana pensiun cair pada usia 56 tahun. 

Sejumlah serikat pekerja se-Soloraya mengajak Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka melakukan audiensi untuk membahas Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur bahwa pencairan JHT baru bisa  setelah pekerja berusia 56 tahun.

"Dalam hal ini kami sepakat menolak Permenaker tersebut. Alasan kenapa kami menolak? Karena saat ini kondisi perekonomian yang belum menjamin tidak ada PHK massal dan kendala teknis yang dihadapi," kata perwakilan serikat pekerja Solo Wahyu Rahadi dikutip dari ANTARA di Solo, Kamis (24/2/2022).

Ia menilai Gibran sendiri sebagai kepala daerah memiliki posisi strategis untuk bisa meneruskan aspirasi para buruh ke pemangku kepentingan.

Baca Juga:Serbuan Vaksinasi Polresta Solo di Pasar Klewer, Gibran : Demi Pertumbuhan Ekonomi Cepat Normal

"Dengan posisi strategis Mas Wali, harapannya aspirasi kami bisa sampai kepada Menteri Tenaga Kerja atau pihak yang berurusan dengan ini kemarin. Katanya ada revisi, seharusnya bisa lebih baik, termasuk syarat tidak ribet ketika mengambil JHT seperti saat ini," katanya.

Tujuan lain pertemuan dari perwakilan lima serikat pekerja tersebut, yakni Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSPSI), Serikat Pekerja Percetakan, Penerbitan dan Media Informasi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PPMI KSPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), dan Federasi Serikat Buruh Garment Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri Buruh Seluruh Indonesia (FSB Garteks), kata dia, bertujuan untuk menjaga iklim kondusif Kota Solo.

"Termasuk untuk menyampaikan unek-unek kami sesuai harapan kami. Kami memang mau aksi bareng (sejumlah serikat pekerja) rencana kami turun (berunjuk rasa). Awalnya tidak ingin karena harus jaga iklim kondusif Solo. Selain itu, Omicron juga sedang luar biasa. Jadi, kami harus cerdas menyampaikan itu," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang KSPSI tersebut.

Selain itu, pihaknya juga berharap agar Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan juga diatur.

"Seperti misalnya usia pensiun 56 tahun itu 'kan tidak diatur dalam UU. Kami berharap di perda muncul sehingga Solo bisa menjadi salah satu yang bisa menentukan karena selama ini teman-teman buruh pada usia lebih dari 56 tahun tetapi belum dilakukan PHK terhormat atau pensiun," katanya.

Baca Juga:Jelang Setahun Kepemimpinan Gibran, PKS Solo: Menagih Janji Lompatan Mas Wali

Mengenai realitas pengupahan, menurut dia, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 angka tertinggi di Kota Surakarta sebesar Rp3,6 juta.

"Akan tetapi, hari ini upah teman-teman baru Rp2 juta, harapannya ke depan pemkot bisa punya roadmap untuk menaikkan upah teman-teman dengan kami diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi," katanya.

Terkait dengan hal itu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menjelaskan bahwa wewenang dari Pemkot Surakarta terkait dengan Perda Ketenagakerjaan.

"Nanti segera kami koordinasikan dengan komisi terkait. Untuk Perda Ketenagakerjaan, keluhannya sudah disampaikan semua, terutama JHT kita tunggu saja keputusan dari Bu Menaker," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak