Di Sonosewu Bekonang itu akan mengalami masa kejayaan yang sangat panjang tapi akan menjadi Budha atau Hindu kembali.
"Ada satu tempat lagi di Desa Sala yang dulu berawa-rawa. Kemudian PB II memilih di Desa Sala dengan cara membelinya bukan mengambil. Warga yang sudah ada dipersilahkan untuk tinggal disitu," ungkap dia.
Dipindahnya Keraton Kartasura ke Surakarta, bukan hanya kondisi Keraton Kartasura rusak. Tapi dulu sudah pernah diduduki musuh, dalam arti pamor atau wahyunya sudah hilang.
"Dalam kepercayaan Jawa, kalau sudah ditempati orang lain atau musuh maka dirasa untuk memindahkan. Jadi cari tempat yang lebih bersih," ucapnya.
Baca Juga:Viral Detik-Detik Wamenparekraf Pingsan, Sosok Ini Disorot: Ngakak tapi Kasihan
Boyong Kedhaton
Pada 17 Februari 1745 penanggalan Masehi atau 14 Suro 1670 terjadi Boyong Kedhaton (perpindahan) keraton dari Kartasura ke Surakarta.
Dalam Boyong Kedhaton tersebut rombongan melewati Jalan Slamet Riyadi kemudian Laweyan. Sesampainya di Pagelaran Surakarta, PB II mengucapkan maklumat.
"Bahwa Desa Sala dengan ini saya ganti menjadi nama Surakarta Hadiningrat. Dan dipun estokno (tolong ditaati)," tegasnya.
Dalam kepindahan dari Kartasura ke Surakarta iring-iringannya itu ada Gajah, kuda, gamelan, pohon beringin kembar tapi bibitnya, prajurit.
Baca Juga:Berdiri di Samping Gibran, Ini Detik-detik Wamenparekraf Pingsan Saat di Keraton Solo
Ada juga beberapa potongan bangunan atau kayu yang dilepas. Kemudian dipasang lagi di keraton baru.
"Di dalam babad diceritakan itu waktunya setengah hari, pagi sampai siang. Itu tidak berhenti dan itu tidak boleh, karena kalau berhenti maka pindahnya disitu jadi jalan terus," tandas dia.
Kontributor : Ari Welianto