SuaraSurakarta.id - Mempunyai mobil listrik buatan sendiri menjadi impian salah satu SMK di Wonogiri. Ia adalah Kepala Bengkel SMK Daya Wangsa Wonogiri, Adzin Kondo Nurbuwat, 28.
Ia menunjuakan sebuah miniatur mobil yang ukurannya begitu kecil, seperti layaknya mobil mainan anak. Tapi impian Adzin bersama rekan-rekan guru dan muridnya begitu besar, mereka ingin menyulap miniatur mobil itu hingga seukuran mobil yang bisa dikendarai manusia.
Tak hanya menyulap. Mereka ingin mobil yang bisa dikendarainya nanti ramah lingkungan, tak menggunakan bensin. Pendidik dan pembelajar di sekolah kejuruan di Kabupaten Wonogiri itu akan menggunakan listrik untuk menghidupkan mobilnya, seperti tren mobil listrik yang kini permintaannya terus meningkat.
Adzin mengaku sebagai inisiator pengembangan kendaraan listrik di tempat mengajar sekaligus tempat risetnya sejak 2018.
Baca Juga:Fokus Mobil Listrik, Grup Hyundai Mulai Hentikan Pabrik Pengembangan Mesin Bensin
“Kami dulu pertamanya membuat Go-kart Listrik dan sebenarnya ditarget untuk [ikut] kompetisi. Setelah itu karena kami lihat ada permintaan mobil listrik terus meningkat, kami ingin mengenalkan dunia luar kepada murid-murid,” kata Adzin dikutip dari Solopos.com, Rabu (29/12/2021).
Adzin menambahkan dalam proses pembuatannya semua dikerjakan dari nol. Mulai dari desain, rangka, badan mobil, bahkan baterainya dibuat sendiri. Jika mesinnya terbatas, harus bisa disesuaikan dengan desain.
”Yang jelas, kami hanya berbekal tekad dan semangat, akhirnya tercapai. Baru beberapa waktu lalu motor yang kami produksi ada yang beli,” tutur Adzin.
Motor listrik produksi SMK Daya Wangsa yang dijual, kata Adzin, dihargai Rp40-50 juta. Nominal yang tak sedikit, tapi jika dibandingkan motor pabrikan harganya jauh lebih murah. Motor pabrikan dengan spesifikasi yang sama harganya ditaksir Rp90-100 juta.
Produksi kendaraan listrik dinilai mahal karena investasi baterai di awal. “Misal dihitung dalam siklus lima sampai delapan tahun, antara bensin dan baterai ya, lebih murah biaya membeli baterai,” tambah Adzin.
Baca Juga:PLN Siapkan 21 SPKLU di Bali untuk Layani 500 Unit Mobil Listrik KTT G20 2022
Berjaya di Kompetisi
Kali pertama mengikuti kompetisi, Go-kart Listrik besutan Adzin dan rekan-rekan gurunya memenangkan perlombaan. Kompetisi yang dimenangkan SMK Daya Wangsa itu digelar Bappeda Wonogiri dan Malang.
“Sampai saat ini kami sudah memenangkan empat kompetisi. Alhamdulillah, ada yang juara dua, tiga, dan ada yang di podium pertama. Kami kembangkan dari tiap perlombaan, dalam artian, produk kendaraan listrik yang diperlombakan di kompetisi sebelumnya digunakan lagi di kompetisi selanjutnya. Jadi kami tidak menyalahi aturan panitia karena pengembangannya,” urai Adzin.
Adzin menuturkan dua tahun belakangan ini SMK Daya Wangsa mendapat teaching factory, konsep pembelajaran tentang cara sekolah dan industri barang/ jasa dapat bekerja sama dalam produksi dan menjual produknya. Fokus mereka dalam teaching factory saat ini adalah karoseri, pembuatan sebuah kendaraan mulai dari rangka, fisik, interior, semua bagian kendaraan sampai utuh.
“Kemarin kita menjual bak truk, kepala truk, ada pesanan perbaikan bodi mobil. Kemudian saat ini kami sedang membuat mobil listrik yang rencananya dijual,” kata Adzin.
Berkat pengembangan dari 2018 sampai saat ini, SMK Daya Wangsa beberapa kali menerima kunjungan dari SMK-SMK di beberapa daerah. Berdasarkan informasi Ketua Program Studi Body Otomotif sekaligus Ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK Daya Wangsa, Aris Budi Raharjo, 40, sekolah yang pernah berkunjung ke SMK Daya Wangsa antara lain SMKN 5 Solo, SMKN 2 Salatiga, SMK di Malang, SMK di Ngargoyoso, dan lain-lain.
Sekolah-sekolah itu tertarik pada pengembangan kendaraan listrik besutan SMK Daya Wangsa. Mereka yang berkunjung mengetahui informasi mengenai kendaraan listrik itu dari media sosial dan forum komunikasi MGMP.
Motivasi dan Harapan
Mereka hanya bermodal semangat mengabdikan diri pada lembaga dan pembangunan sumber daya manusia.
Mengetahui kendaraan listrik makin menjadi tren di luar negeri dan kota-kota besar di Indonesia, guru sekaligus periset ingin turut mengenalkan kendaraan listrik pada warga lokal, Wonogiri, khususnya pada murid-muridnya.
“Saya pribadi ingin menekuni teaching factory yang kami dapatkan. Sebab dari sana benar-benar membuat siswa belajar dan berkembang. Misalnya, dari mereka yang sebelumnya tidak bisa membuat apa-apa, ketika pulang ke rumah mereka bisa membuat sesuatu yang baru,” ujar Adzin yang juga menjadi pengurus teaching factory di tempat kerjanya.
Adzin dan Aris berharap pemerintah memahami potensi produk SMK di daerah-daerah. “Bagaimana sih cara membuktikan pembelajaran yang baik dari suatu sekolah untuk diterapkan ke sekolah lain, sehingga kebaikan itu dapat memperbaiki kualitas pendidikan kita. Saya yakin, apabila kualitas pendidikan kita baik maka akan turut memajukan wilayahnya,” pungkas Adzin.