Warung HIK Solo Ditetapkan Sebagai WBTb, Ini Sejarah Menu Andalan Nasi Kucing

Nasi Kucing menjadi menu khas di Warung HIK Solo

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 05 November 2021 | 08:33 WIB
Warung HIK Solo Ditetapkan Sebagai WBTb, Ini Sejarah Menu Andalan Nasi Kucing
Ilustrasi Warung HIK di Kota Solo. [Istimewa]

SuaraSurakarta.id - Warung HIK Solo baru saja ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Padahal warung HIK hanya menyajikan nasi kucing.

Menu khas di Warung HIK salah satunya nasi kucing. Menu itu sudah ada sejak HIK atau angkringan mulai dirintis oleh warga Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, di Kota Solo.

Ini sejarah nasi kucing di warung HIK. 

Menyadur dari Solopos.com, salah satu pegiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Suwarna, menjelaskan awalnya ada warga asal Dukuh Sawit, Desa Ngerangan yang merantau ke Solo dan menjadi buruh pedagang terikan. Warga itu bernama Karso Djukut.

Baca Juga:Heboh! Pria Ini Jualan Nasi Kucing Sungguhan, Warganet Auto Tercengang

Mbah Djukut awalnya berinisiatif menjajakan terikan sembari membawa cerek wadah minuman. Lambat laun, menu terikan itu mulai tergeser dengan menu nasi bungkus dengan lauk secuil daging bandeng atau gereh lengkap dengan sambal. Nama menu tersebut lantas dikenal dengan nasi kucing dan melekat hingga kini.

“Kisaran 1942 dinamakan nasi kucing karena porsinya yang kecil. Seperti untuk memberi makan kucing dan pertama kali identik dengan lauk sambal teri atau bandeng atau gereh besek yang biasa digunakan untuk memberi lauk makan kucing,” kata Suwarna.

Seiring perkembangan zaman, menu nasi semakin beragam. Tak hanya lauk sambal bandeng atau teri, menu nasi kini menggunakan lauk sambal tempe hingga sambal belut. Namun, porsinya tetap mini.

Nasi kucing dibungkus komik hentai (twitter)
Ilustrasi Nasi kucing (twitter)

Satu lagi menu khas hik atau angkringan adalah minuman. Teh panas legi kenthel atau nasgitel menjadi menu minuman yang seakan tak bisa ditinggalkan.

Suwarno menjelaskan racikan minuman teh nasgitel itu kali pertama dipopulerkan oleh warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, Wiryo Je, ketika masih menjadi prembe atau anak buah juragan angkringan pada era 1940-an. Wiryo mengenalkan minuman teh kental hasil oplosan dari berbagai merek teh. Racikan teh oplosan itu yang hingga kini masih diterapkan bakul angkringan terutama yang berasal dari Ngerangan.

Baca Juga:Viral Rekening Koran Bank Jadi Bungkus Nasi Kucing, Netizen Kaget Lihat Isinya

Usaha Andalan

Suwarna mengatakan racikan teh biasanya disesuaikan dengan kekhasan wilayah masing-masing tempat pelaku usaha hik atau angkringan itu berjualan. “Kemudian ada tata cara meracik dan cara menuangkan ke gelas. Juga air yang mendidih dimasak menggunakan bara arang. Ini akan sangat menentukan cita rasa,” kata Suwarna.

Namun, para pelaku usaha angkringan terutama yang berasal dari Ngerangan maupun Bayat secara umum tak pernah menggunakan campuran teh celup. “Ini soal rasa,” ungkap dia.

Selain dua menu tersebut, ada menu lainnya yang menjadi ciri khas angkringan. Suwarna menyebutkan seperti jadah bakar, satai kere, jahe gepuk, serta teh lemon.

Suwarna kembali menegaskan cikal bakal angkringan atau hik berasal dari Desa Ngerangan. Hingga kini, usaha angkringan menjadi usaha andalan mayoritas warga Ngerangan.

“Dalam satu desa 75 persen penduduknya sampai saat ini menjadi pedagang angkringan. Bisa dibilang, Ngerangan menjadi satu-satunya desa di Indonesia yang ekonomi masyarakatnya ditopang dari kegiatan angkringan,” kata Suwarna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak