Kronologinya, Kh yang positif corona meninggal dunia pada Kamis pagi setelah empat hari dirawat di ICU RS tersebut. Saat hendak dipulasarakan menggunakan protokol kesehatan, sang suami, JS, menolak.
JS tetap menolak jenazah istrinya dimakamkan dengan prokes dan mengancam dokter serta perawat. Para dokter dan perawat lalu berupaya menenangkannya.
Sopir Ambulans Menolak
Karena JS tetap menolak, rumah sakit tak bisa berbuat apa-apa. Rumah sakit kemudian meminta suami pasien menandatangani surat pernyataan menolak pemakaman dengan prokes.
Baca Juga:Sumsel Kehabisan Stok Vaksin, Beberapa Faskes Stop Vaksinasi Sementara
Setelah itu, JS pulang ke rumah domisilinya di Ngemplak, Boyolali. Di sana JS mengurus pemakaman istrinya. Ia juga mengontak ambulans dari sukarelawan untuk menjemput istrinya di rumah sakit.
Ketua Paguyuban Pengemudi Ambulans Soloraya (Pedas), Nanang Khoironi, membenarkan ada salah satu sopir ambulans yang dikontak oleh JS. Sopir tersebut bernama Dwi Ardian.
“Sopir ambulans ini datang ke lokasi. Tapi sampai sana dia curiga karena gang menuju rumah pasien diportal. Selain itu juga di sana ada polisi,” ujar Nanang.
Sopir ambulans mendapat informasi pasien yang meninggal itu positif corona dan keluarganya menolak pemakaman dengan prokes. Akhirnya ia tidak jadi mengambil jenazah karena khawatir dengan risikonya.
Karena tak ada yang mau membantu memulasarakan dan memakamkan jenazah istrinya, JS akhirnya kembali lagi ke RSUD Ngipang dan setuju istrinya dimakamkan dengan prokes. Saat ini jenazah Kh sudah dimakamkan.
Baca Juga:Terus Melonjak, Kasus Covid-19 di NTT Bertambah 630 Orang