SuaraSurakarta.id - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari ikut serta menjadi relawan untuk penelitian vaksin Nusantara.
Kedatangan Siti Fadilah Supari tentu saja menjadi bentuk dukungan untuk melanjutkan penelitian vaksin Nusantara.
Siti Fadilah Supari menjelaskan, sebelum menjadi relawan untuk riset vaksin Nusantara, dia telah menimbang-nimbang secara matang sehingga dia dapat menilai secara obyektif.
"Saya mendengar, membaca dan berpikir tentang vaksin Nusantara. Menurut saya si peneliti berpikir logis , inovatif. Memang, inovasi selalu mengagetkan kemapanan, bahkan bisa mengganggu yang sudah mapan," kata Siti melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com, Kamis (15/4/2021).
Baca Juga:Gaduh Vaksin Nusantara, Kasad Andika Perkasa Diminta Bersikap
Di dalam ilmu pengetahuan, kata Siti, logis saja tidak cukup, tetapi harus dibuktikan.
"Maka saya bersedia menjadi relawan karena saya menghargai seorang peneliti yang berpikiran beda dengan yang lainnya."
"Dia membuat hipotesis . Dan hipotesis itu boleh saja salah, tetapi harus dibuktikan dulu. Maka perlu penelitian."
Siti berharap jika uji klinis terhadap vaksin Nusantara mendapatkan hasil yang positif, artinya hipotesis Dokter Terawan Agus Putranto terbukti.
"Waah saya sangat bahagia karena kondisi saya saat ini sangat cocok dengan metode ini."
Baca Juga:Cara BPOM Mendampingi Penelitian Vaksin Nusantara Terawan
Menanggapi pendapat BPOM, menurut Siti, "pernyataan dari BPOM boleh-boleh saja, memang BPOM yang punya wewenang untuk izin edarnya."
Sementara itu, Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito berharap pengembang vaksin Nusantara dapat berkoordinasi dengan BPOM agar isu-isu terkait vaksin itu dapat diselesaikan.
"Diharapkan tim pengembangan Vaksin Nusantara dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM agar isu yang ada dapat segera terselesaikan," ujar Wiku dalam konferensi pers.
Isu yang berkembang terkait vaksin Nusantara, salah satunya mengenai keamanan vaksin.
Wiku mengatakan vaksin Nusantara dikembangkan di Amerika Serikat dan diujicobakan di Indonesia.
Dia menekankan pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapat izin BPOM terutama aspek keamanan efikasi dan kelayakan.
Menurut dia selama memenuhi kriteria dari beragam aspek tersebut maka pemerintah akan memberikan dukungan.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, riset atau uji klinis bukan lah masalah politik atau sosial ekonomi. Menurutnya, riset harus berbasis kepada sains.
"Riset tuh harus berbasis sains. Mau berapa pun mantan menteri yang mendukung, mau mantan menteri kesehatan atau mantan presiden sekali pun riset tidak bisa dikendalikan dengan dukung mendukung," kata Dicky saat dihubungi, Kamis.
Dicky mengatakan, proses uji klinis produk kesehatan seperti vaksin atau obat-obatan tidak boleh dibawa ke ranah politik. Menurutnya, dalam penelitian harus diutamakan kejujuran dan transparansi.
"Kejujuran dan transparansi harus dijaga betul di dunia ini. Ini tidak boleh dibawa ke ranah politik atau ekonomi ini harus di riset vaksin obat yaitu harus di lead oleh sains itu sendiri dijaganya dengan itu," ujarnya.