Keren! Film Ngapak 'Bali Ngrantau' Ajarkan Masyarakat Tentang Waspada Hoax

Sosialisasi dan edukasi tentang bahaya hoax dilakukan para muda-mudi karang taruna di Desa Bobosan, Purwokerto Utara, Banyumas dengan pembuatan film pendek.

Ronald Seger Prabowo
Kamis, 11 Maret 2021 | 11:06 WIB
Keren! Film Ngapak 'Bali Ngrantau' Ajarkan Masyarakat Tentang Waspada Hoax
Film Ngapak 'Bali Ngrantau' yang mengajarkan masyarakat tentang baha hoax. [Suara.com/dok]

SuaraSurakarta.id - Penyebar berita bohong atau hoax di masyarakat luas sudah sangat mengkhawatirkan dan seakan sulit untuk dibendung.

Maraknya peredaran hoax, kabar palsu atau disinformasi mendorong berbagai pihak melakukan langkah sosialisasi dan antisipasi.

Namun, cara sosialisasi dan edukasi tentang bahaya hoax dilakukan para muda-mudi karang taruna di Desa Bobosan, Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas.

Mereka memproduksi film pendek khas ngapak atau bahasa Banyumasan berjudul ' Bali Ngrantau' yang bisa diartikan pulang dari perantauan di channel Youtube Inyong Bobosan.

Baca Juga:Batalkan Pernikahan, Warga Banyumas Disanksi Membayar Rp150 Juta oleh MA

Salah satu pemain, Fitriani kepada SuaraSurakarta.id mengungkapkan, produksi film pendek itu merupakan kegiatan karang taruna setempat untuk memajukan desa.

Film pendek yang diperankan oleh Kojek, Ifah, Fitriani, Tofik Mingan, dan elemen karang taruna di Desa Bobosan awalnya mencetiakan seorang pemuda yang pulang dari perantauan di Banten.

Dia adalah Kojek, orang kaya baru. Sementara istrinya, Ifah merupakan sosok yang suka pamer. Sementara Fitri yang tetangga Kojek dan Ifan menggambarkan sosok berhijab yang suka kepo, hobi ghibah, namun mudah dihasut.

Suatu hari, Pak Kojek dan Mbekayu Ifah menyebar berita bohong atau hoax tentang membeli gorengan 2004 dari seorang pedagang bernama Nini Mudakir.

Padahal maksud sang penjual adalah beli Rp 2 ribu mendapatkan 4 gorengan. Namun Kojek dan Ifah membuat kabar jika gorengan itu diproduksi tahun 2004.

Baca Juga:Kakak Adik Korban Perkosaan Kakak Ipar di Sumbang Terungkap

Hingga mereka bersama Fitri mengajak warga untuk menggeruduk sang penjual gorengan. Namun aksi itu berhasil dicegah tokoh masyarakat setempat. Akhir cerita diketahui jika itu merupakan berita bohong.

"Jadi inti pesan dari fim pendek ini adalah jangan mudah percaya berita yg belum tentu benar atau hoax. Karena jika tidak dipastikan kebenaran bisa membuat kacau di masyarakat," ungkap Fitri.

Disinggung soal biaya produksi, perempuan berparas cantik itu mengaku nyaris tidak ada. Sebab, semuanya dikerjakan secara sukarela.

"Seperti kameramen juga orangnya masih belajar. Pemeran juga siapa yang mau, termasuk konsumsi ya sukarela. Intinya siapa yang mau memajukan desa ini," paparnya.

Karena bersifat swadaya, Fitri menyebut jika proses produksi film pendek itu hanya memerlukan waktu satu hari.

"Proses pengambulan gambar pagi sampai sore. Lalu malamnya editing dan besoknya sudah diupload," pungkas Fitriani.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak