SuaraSurakarta.id - Penjualan peti mati di Kabupaten Wonogiri meningkat selama pandemi Covid-19 atau sejak tahun 2020 lalu.
Meski belum diketahui ada tidaknya hubungan antara kondisi tersebut dengan terus bertambahnya pasien Covid-19 yang meninggal dunia, namun peningkatan penjualan itu dibenarkan para pengusaha.
Dilansir dari Solopos.com--jaringan Suara.com, pengelola tempat usaha penjualan nisan dan peti mati Ratna Jaya, Maryadi (43) saat ditemui Solopos.com, Sabtu (16/1/2021), menginformasikan penjualan peti mati selama pandemi Covid-19 naik.
Peningkatan permintaan terbelo paling banyak dari sejumlah rumah sakit di Wonogiri, yakni RSUD Soediran Mangun Sumarso, RS Medika Mulya, dan RS Mulia Hati.
Baca Juga:Pasien Covid 19 Sumut Bertambah 74 Orang Dalam Sehari
Pada masa pandemi Covid-19 tahun lalu setiap hari ada permintaan dari rumah sakit dan masyarakat sebanyak empat hingga lima unit peti mati. Pada kondisi normal setiap hari ada ada permintaan juga, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak.
"Pada kondisi normal peti mati yang terjual lebih kurang 30 unit/bulan. Selama 2020 naik menjadi sekitar 50 unit/bulan. Penjualan naik karena permintaan dari rumah sakit juga meningkat. Tapi peti mati itu untuk jenazah pasien Covid-19 atau tidak kami tidak tahu. Kami sekadar melayani permintaan," kata Maryadi.
RSUD Wonogiri, RS Medika Mulya, dan RS Mulia Hati sudah lama menjadi pelanggan tempat penjualan nisan dan terbelo Ratna Jaya.
Kenaikan permintaan khusus dari RS Medika Mulya dan RS Mulia Hati terjadi sejak awal Desember 2020. Maryadi pun tidak mengetahui penyebabnya.
Informasi yang dihimpun Solopos.com, kedua RS tersebut mulai membuka layanan perawatan pasien Covid-19 di ruang isolasi setelah kasus Covid-19 meningkat pada Desember 2020 lalu. Bahkan, keduanya membuka tempat tidur isolasi pasien Covid-19 cukup banyak.
Baca Juga:Kasus Positif Covid-19 di Ponorogo Tembus Angka 1500
RS Medika Mulya tercatat membuka 16 tempat tidur isolasi, sedangkan RS Mulia Hati memiliki 14 tempat tidur isolasi. Tingkat keterisian kedua RS itu tinggi.
Lantaran tren penjualan naik Maryadi meningkatkan stok. Selama pandemi Covid-19 tahun lalu setiap hari harus ada tambahan tiga unit terbelo yang sudah diberi ornamen kain mori. Pada kondisi normal pengadaan peti mati berkain mori biasanya hanya satu/hari.
Sejak beberapa hari lalu Maryadi sudah memasan peti mati polos atau belum diberi ornamen kain mori dari Solo. Namun, hingga hari itu pesanan belum datang. Informasi yang dia peroleh itu terjadi karena terkendala pengadaan kayu. Di sisi lain pesanan dari berbagai tempat usaha penjualan peti mati di Soloraya juga meningkat.
"Kami tak menaikkan harga. Peti mati biasa kami jual Rp700.000/unit komplit dengan isinya, seperti kain kafan, payung, bedak, sabun, dan lainnya. Kalau yang ukuran jumbo kami jual Rp800.000/unit komplit," imbuh Maryadi.
Pengusaha penjualan peti mati lainnya, Dewi (45) mengatakan peningkatan permintaan terbelo paling banyak dari RSUD Wonogiri. Pada kondisi normal penjualan rata-rata dua hingga tiga unit/pekan.
Permintaan dari RSUD belum tentu ada setiap pekan. Selama pandemi Covid-19 tahun lalu permintaan mencapai lima hingga enam unit/pekan. Permintaan dari RSUD naik. Hampir setiap pekan ada permintaan dari RSUD. Dewi memasang harga sesuai harga pasaran.