Ronald Seger Prabowo
Rabu, 06 Agustus 2025 | 22:03 WIB
Pro dan kontra mewarnai fenomena maraknya pengibaran bendera anime one piece di sejumlah daerah Indonesia. (x.com/An**__Ogi)

SuaraSurakarta.id - Pro dan kontra mewarnai fenomena maraknya pengibaran bendera anime one piece di sejumlah daerah Indonesia.

Sejumlah kepala daerah tidak melarang pengibaran bendera one piece. Meski memperbolehkan namun bendera merah putih harus yang utama.

Ada juga yang melarang dan menuding bahwa itu sebagai makar. Tak heran adanya penurunan bendera dan penghapusan mural one piece.

Uniknya, tiga kepala daerah di Soloraya yang disebut-sebut sebagai 'Orang Jokowi' atau 'Pro-Jokowi' merespon positif terkait meme one piece.

Bupati Sragen Sigit Pamungkas menyambut positif terkait mural maupun bendera seri manga asal Jepang.

Dukungan itu diberikan setelah mural One Piece di Dukuh Ndayu, Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang mendadak dihapus.

Dia menganggap para pembuat mural, sama seperti warga negara lainnya, mereka warga yang mencintai Indonesia.

Sebelumnya, Wali Kota Solo Respati Ardi ikut menanggapi soal pengibaran bendera atau atribut dalam serial manga One Piece menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia ke-80 yang viral. Wali kota menyebut bahwa itu keren.

Bupati Boyolali, Agus Irawan, tidak melarang pengibaran bendera One Piece di wilayahnya. Namun, ia meminta masyarakat Boyolali untuk mengibarkan bendera Merah Putih saja dalam peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Baca Juga: Jelang HUT RI ke-80, Satlantas Polresta Solo Bagikan Bendera Merah Putih ke Pengendara di Jalan

Pengamat Komunikasi Politik UNS Solo, Sri Hastjarjo menyebut pemahaman di level pemerintah belum sinkron, belum ada persepsi yang sama.

"Kalau antar pemerintah saja baik pusat atau daerah persepsinya belum sama, apalagi masyarakat umum," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Rabu (6/8/2025).

Ketika disinggung kepala daerah yang merespon positif soal itu dikaitkan dekat dengan Jokowi, Hastjarjo menyebut itu tidak juga.

"Halah nggak juga. Itu kebablasan juga, mungkin tidak tahu aturannya, mungkin cara pandangnya ini tidak berbahaya tidak sampaikan dikaitkan ke sana menurut saya," ungkap dia.

Hastjarjo mengatakan jangan sampailah masalah pro kontra baik penjabat maupun kepala daerah terkait pengibaran bendera di politisasi.

"Saya pikir belum ya, kecuali nanti di eskalasi ada orang yang menggoreng dan sebagainya. Itu harus dicegah dengan cara mengedukasi," katanya.

Hastjarjo menjelaskan kalau pengibaran bendera one piece dituding sebagai makar itu kebangetan. Karena kalau makar itu sesuatu yang sangat serius, ingin memberontak atau mengganti negara dan sebagainya.

"Inikan nggak sampai ke situ. Jadi kalau itu disebut makar kebangetan dan kebablasan lah, makar itu sesuatu yang sangat serius," sambung dia.

Menurutnya ini salah satu bentuk ekspresi berpendapat dan ini dijamin oleh UUD 1945 pasal 28. Hanya saja memang ada catatan, maksudnya khusus untuk simbol-simbol negara itu ada aturan mainnya.

"Jadi mungkin itu tidak ada maksud makar atau apa, hanya nggak tahu aturannya saja. Misalnya dibawah bendera tidak ada simbol yang lain atau sebagainya," ujarnya.

Harusnya pemerintah itu mengedukasi kepada masyarakat, karena banyak yang tidak tahu kalau soal simbol negara ada aturan main yang itu harus ditaati.

"Tidak bisa kemudian serta merta langsung sekedar melarang tanpa mengedukasi. Menurut saya langkah pertama mesti mengedukasi atau sosialisasi dulu, karena tidak semua orang tahu sehingga jangan terlalu cepat menuduh itu makar," jelas dia.

"Tidak ada niat mengganti lambang negara, nggak ada niat mengganti pemerintahan kok," lanjutnya.

Hastjarjo menilai edukasi tidak hanya kepada masyarakat tapi pemerintah daerah. Sehingga jelas regulasinya seperti apa, tidak asal tuduh, tidak asal ditafsirkan macam-macam.

"Terlalu over acting menurut saya sampai ada penurunan dan penghapusan. Ketika tindak langsung dilarang tanpa ada edukasi malah membuat orang jadi merasa dituduh," tandas dia.

Kontributor : Ari Welianto

Load More