SuaraSurakarta.id - Mahasiswa mempertanyakan revisi Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena dikhawatirkan memunculkan potensi abuse of power oleh aparat.
Gejolak muncul dari BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) hingga ramainya pembicaraan di media sosial seperti yang diungguh oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Daffa Rizqy. Dalam ungguhannya revisi KUHAP dinilai berbahaya.
"Ada tiga alasan. Pertama memperluas alasan polisi menangkap kita. Kedua kamu bisa dipanggil polisi tak tahu status hukumnya apa. Ketiga memperluas wewenang penjebakan. Kita awasi," terang dia banyak mendapat komentar balasan di medsos.
Adapun Wakil Presiden BEM UNS 2025, Muhammad Hafizh Fatihurriqi mengaku khawatir dengan revisi KUHAP. Di mana mahasiswa masih mendikusikan. Sama seperti revisi UU TNI kemarin yang diprotes mahasiswa dengan turun ke jalan karena janggal.
Baca Juga: Aksi Unjuk Rasa BEM Soloraya, Mahasiswa Sentil Kebijakan Efisiensi Anggaran
"KUHAP sedang tertindih oleh RUU-RUU yang lain makanya lepas dari padangan. Kami akan menyuarakan. Kami masih pada mudik. Jangan sampai revisi ini merugikan masyarakat," papar dia saat diskusi di Wedangan Basuki, Kota Solo, Senin (7/4/2025) malam.
Menurut Pakar Hukum yang juga Dekan Fakultas Hukum (FH) UNS, Muhammad Rustamaji, dalam revisi KUHAP memberikan kewenangan penyidik untuk bisa melakukan penangkapan langsung.
Itu tertuang dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf a yakni penyidikan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat hingga penggeledahan dan penahanan.
"Konsepnya itu yang disebut dengan tindakan polisional, ada upaya paksa. Padahal empat pilar penegakan hukum ada penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dan penuntutan pidana. Lha revisi memberikan kesempatan penahanan itu," ungkapnya.
Rustamaji menekankan, kewenangan baru penyidik polisi terkait dengan penangkapan langsung, dikhawatirkan ke terjadi potensi abuse of power. Mengingat mengikuti KUHAP sebelumnya, harus dikeluarkan dahulu surat penangkapan.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Wawan Ardianto: Buktikan Kuliah dan Kerja Bisa Sejalan di Usia 20-an
Terlebih penangkapan itu harus ada standarnya. Harus ada berita acara pemeriksaan (BAP). Sehingga jika keluar dari tujuannya, akan mencederai asas praduga tidak bersalah. Meskipun dalam pasal yang lain sudah ada ruang pra pradilan.
"Ini takutnya menjadi abuse of power. Kekhawatiran masyarakat wajar. Kita harus tanya penangkapan serampangan atau tidak, sesuai tujuan atau di luar kewenangan. Bahkan penyelidik yang pangkatnya Aiptu ke bawah bisa melakukan penangkapan," akunya.
Lebih lanjut Rustamji menerangkan, selain itu revisi KUHAP membuat penyidik Polri menempati posisi baru karena disebutkan penyidik utama. Di mana hal itu membuat memberikan kewenangnan yang besar pada kepolisian.
"Penyidik Polri jadi koordinator penyidik-penyidik yang lain karena menjadi penyidik utama. Terutama penyidik PNS," terang dia.
Menurutnya, yang dipertanyakan kemudian adalah seakan Polri memonopoli YURISDIKSI investigatif. Polri menjadi primus inter peres (yang pertama di antara yang lain), sehingga menyebabkan kepolisian yang diutamakan.
Seharusnya kalau mengusung kesetaraan, tidak ada istilah penyidik utama. Sementara sebelumnya hanya ada penyidik umum dan khusus.
"Kemudian bisa mengecek koordinasi horizontal dengan Kejaksaan. Padahal Kejaksaan sebagai penuntut tunggal. Bahkan ," jelasnya.
"Ada sub koordinasi yang kemudian independensi penyidik PNS terganggu. Padahal penyidik PNS kan harus independen. PPNS itu penting sebagai penegak Perda. Kalau dia dikontrol oleh polisi gak bisa bebas. Pertanggung jawaban pidana berubah," paparnya.
Dia menambahkan, masih ada waktu bagi DPR dan pemerintah untuk menggelar kajian-kajian dan diskusi publik membendah revisi KUHAP sebelum disahkan. Meskipun waktunya mepet. Jangan sampai pengesahan terburu-buru karena masih banyak yang dipertanyakan.
"Khususnya soal penyidik utama atau posisi penyidik PNS dibawah polisi harus dibedah lagi, juga soal penahan. Yang namanya masyarakat khawatir dan curiga kan wajar.
Berita Terkait
-
Prabowo Mau Naikkan Gaji Hakim, Pakar: Bukan Satu-satunya Cara Berantas Korupsi
-
Presiden Prabowo Tolak Ada Hukuman Mati, Menteri Hukum: Belum Kita Bicarakan
-
Anak-Anak Tak Bisa Menunggu Hukum Sempurna untuk Dilindungi!
-
Teman Mabuk hingga Penjual Miras Ikut Diperiksa Polisi, Pemicu Tewasnya Mahasiswa UKI Tersingkap?
-
Hukum Menghadiri Undangan Acara Khitanan, Ulama Beda Pendapat?
Terpopuler
- Tenaga Kalahkan Yamaha XMAX, Tampan Bak Motor BMW: Pesona Suzuki AN400 Bikin Kesengsem
- Timnas Indonesia U-17 Siaga! Media Asing: Ada yang Janggal dari Pemain Korut
- Sudah Dihubungi PSSI, Harga Pasar Pemain Keturunan Ini Lebih Mahal dari Joey Pelupessy
- Segera Ambil Saldo DANA Kaget Gratis Hari Ini, Cairkan Rezeki Siang Hari Bernilai Rp 300 Ribu
- 6 Rekomendasi HP Murah dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik April 2025
Pilihan
-
Rekam Jejak Wipawee Srithong: Bintang Timnas Thailand, Pengganti Megawati di Red Sparks
-
Jerman Grup Neraka, Indonesia Gabung Kolombia, Ini Hasil Drawing Piala Dunia U-17 2025 Versi....
-
Puji Kinerja Nova Arianto, Kiper Timnas Indonesia: Semoga Konsisten
-
Kiper Belanda Soroti Ragnar Oratmangoen Cs Pilih Timnas Indonesia: Lucu Sekali Mereka
-
Di Balik Gol Spektakuler Rayhan Hannan, Ada Rahasia Mengejutkan
Terkini
-
Bawa 1 Paket Sabu di Pajang, Dua Warga Klaten Diamankan Polresta Solo
-
TIPU UGM Daftarkan Gugatan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi ke Pengadilan
-
Hadapi Gugatan Mobil Esemka, Jokowi Tunjuk YB Irpan Sebagai Pengacara
-
Isu Judi Online Terpa Orang Dekat Prabowo Subianto, Ini Reaksi Relawan di Solo
-
Terbang ke Solo dan 'Sungkem' Jokowi, Menkes Budi Gunadi: Dia Bos Saya