Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Minggu, 06 April 2025 | 22:22 WIB
Saat ini akses terhadap teknologi bantu (assistive technology) layak mendapat perhatian lebih besar daripada sebelumnya. [Dok Pribadi]

SuaraSurakarta.id - Saat ini akses terhadap teknologi bantu (assistive technology) layak mendapat perhatian lebih besar daripada sebelumnya.

Bahkan, akses terhadap assistive technology yang tepat dan berkualitas menjadi pembeda antara memungkinkan atau tidaknya terhadap pendidikan bagi seorang anak.

Lalu partisipasi dalam kesempatan kerja bagi orang dewasa, atau kesempatan mempertahankan kemandirian dan menua dengan bermartabat bagi orang yang lebih tua.

Peningkatan akses terhadap assistive technology dengan memberdayakan dari individu, masyarakat, dan komunitas merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Rights of Persons with Disabilities) dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals disingkat dengan SDGs).

Baca Juga: Pelatihan Bisnis Daring Bantu Kembangkan Usaha Komunitas Difabel Kota Solo

Sederhananya, assistive technology dengan assistive product adalah pengubah kehidupan. Pertama kalinya, laporan global tentang assistive technology yang menggambarkan kebutuhan, akses, dan kesiapan negara-negara dalam mendukung assistive technology.

Lebih dari 2,5 miliar orang membutuhkan satu atau lebih produk bantu (assistive product), dan diperkirakan pasar ini akan tumbuh menjadi lebih dari 3,5 miliar pada tahun 2030 seiring bertambahnya usia populasi global.

Di Indonesia, ada 23 juta menyandang disabilitas dan membutuhkan assistive technology untuk berpartisipasi penuh dalam bermasyarakat dan menjalani kehidupan yang bermartabat.

Laporan ini juga menampilkan banyak cerita yang menggambarkan dampak mendalam yang ditimbulkan dari penggunaan assistive product seperti kacamata, alat bantu dengar, perangkat komunikasi, alat bantu berjalan, dan kursi roda terhadap kehidupan orang-orang.

Ada juga bukti bahwa pengembalian terhadap nilai ekonomi dan sosial atas investasi dalam assistive technology.

Baca Juga: Ahmad Luthfi: Jateng Percontohan Unit Layanan Disabilitas Nasional

Namun, terlepas dari manfaat, banyak orang tidak memiliki akses ke assistive technology, dan nahasnya kesenjangan terbesar ini terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti halnya di negara Indonesia.

Ketimpangan global ini membutuhkan perhatian dan tindakan kolektif yang mendesak sebagai tantangan yang harus segera dijawab tidak hanya di tingkat regulator tetapi juga sampai keimplementasi dikehidupan mereka.

Di tahun 2015 telah disepakati pembangunan global, SDGs merupakan agenda dari semua Negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tantangan mengenai bagaimana assistive technology dapat membantu Indonesia dalam mencapai SDGs di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengurangan ketimpangan.

Kesehatan dengan mendukung SDGs Nomor 3 mengenai Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik, memungkinkan anak penyandang disabilitas dapat hidup sehat, produktif, mandiri, dan bermartabat. Pendidikan dengan mendukung tujuan SDGs Nomor 4 mengenai Pendidikan Berkualitas dan membantu mewujudkan pendidikan inklusif bagi pelajar.
Pengurangan ketimpangan dengan mendukung mencapai tujuan SDGs Nomor 10 mengenai Pengurangan Ketidaksetaraan dengan membantu mewujudkan dunia yang lebih inklusif dan adil.

Peran regulator terhadap assistive technology dalam penyusunan pencapaian SDGs di Indonesia melalui penyediaan akses yang aman dan berkelanjutan terhadap teknologi, pengembangan kebijakan inovatif terkait skema pembiayaan, pengurangi pajak dan bea atas produk-produk assistive technology, pemasukkan assistive technology sebagai prioritas dalam cakupan asuransi sosial dan kesehatan publik dan swasta.

Peran Badan Standardisasi Nasional (BSN) tidak dapat dipungkiri yang merupakan badan dari bagian tim teknis perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI).

BSN adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang bertugas di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. Tugas BSN merumuskan kebijakan nasional di bidang standardisasi, melakukan pembinaan dan pengembangan standardisasi, serta mengkoordinasikan kegiatan standardisasi. Sesuai surat Kepka BSN terbaru No. 208/KEP/BSN/5/2024 mengenai Pembentukan Komite Teknis (Komtek) 11-14: Alat Bantu Penyandang Disabilitas.

Komtek 11-14 bertugas menyusun, merumuskan, meninjau, memperbarui, menetapkan standar nasional, dan berkoordinasi dengan BSN terutama tanggapan Indonesia terhadap draf standar internasional dan dokumen lain mengenai pengembangan standar internasional dan menyampaikan pertanyaan pada ballot ISO/TC 173 Assistive Products dengan memastikan bahwa Indonesia memiliki suara dalam pengembangan standar internasional.

Komtek 11-14 terdiri dari para ahli (yang berpartisipasi dan mengamati) dari beberapa organisasi publik, swasta, nirlaba di Indonesia, dan bertemu 1-2 kali setiap bulan di tingkat komisi, 2-4 kali setiap bulan di tingkat Technical Committee 173 melalui telekonferensi.

Komite ini bekerja sepanjang tahun, di sela-sela pertemuan untuk memfasilitasi penyusunan dan penerbitan SNI.
Sebagai anggota dari Komtek 11-14 yang berpartisipasi, perwakilan ini terlibat dalam peninjauan dan penulisan standar serta spesifikasi teknis berkaitan berbagai macam assistive products termasuk kursi roda, hoists, personal hygiene, cognitive accessibility, dan banyak lagi.

Peran penting akses assistive products dalam pemberdayaan meliputi penyandang disabilitas, lansia, dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan kronis atau akut, memungkinkan mereka dapat menjalani kehidupan yang aktif dan produktif.

Dukungan negara atas investasi dalam aksesibilitas harus menjadi bagian integral dari produk dan ketersediaan akan infrastruktur publik secara holistik dan sistematik.

Penulis:
Lobes Herdiman
Guru Besar Teknik Industri UNS
Ketua RG. People-Centered Innovation

Load More