SuaraSurakarta.id - Kemajuan teknologi informasi begitu memberi kemudahan serta kecepatan. Tentu ada harga yang musti dibayar.
Hal paling menonjol adalah tumpang tindih informasi yang seringkali justru menghasilkan kebingungan. Nyatanya kita memerlukan kompas sebagai penunjuk arah agar tidak salah langkah.
Setelah empat seri forum Srawung Ben Ra Suwung (SBRS) membuka ruang yang intens bagi konco srawung merespon secara aktif berbagai tema yang ditawarkan, maka di Selasa Pahing Kaping Gangsal ini polanya digeser.
Lokasi yang menjadi tujuan adalah Gedung Wayang Orang Sriwedari. Berbagi rasa dan kegembiraan sembari melatih kecakapan literasi.
Tradisi budaya Jawa memperkenalkan tontonan sebagai tuntunan lewat seni pertunjukan wayang.
Semalam suntuk penonton mendapat ragam sisi kehidupan yang tersaji dalam jalinan cerita. Meski saat berpindah ke panggung pertunjukan wayang orang waktu menjadi semakin padat, namun tak lantas esensi tuntunan hilang begitu saja.
Banyak dimensi tersaji, bahkan di balik panggung sebelum layar pertunjukan dimulai. Nova, salah satu konco srawung yang juga menjadi bagian dari keluarga Wayang Orang Sriwedari menjelaskan secara terperinci.
Bagaimana para pemain musti mampu mengeksplorasi setiap jalinan cerita tanpa adanya naskah dialog. Mereka diberi ruang improvisasi tanpa harus kehilangan esensi. Yang utama penonton dapat mengikuti alur cerita dari awal sampai akhir.
Konco srawung mendapat akses untuk melongok di balik layar dan ruang make up. Secara bergantian menyimak serta mendokumentasikan para pemain yang tengah merias wajah tanpa perlu mengandalkan seorang make-up artist.
Baca Juga: Keren Lur! Karaton Solo Resmi Jadi Kerajaan Pertama di Dunia yang Merilis NFT
Waktu yang dinanti telah tiba. Iringan gending gamelan hadir sebagai intro sebelum layar tersibak. Petruk Nagih Janji. Penonton yang hadir setia mengikuti jalinan cerita.
Keberhasilan Petruk mengalahkan Prabu Pandu Pragolamanik tak lantas membuat Kresna menepati janjinya.
Di saat yang bersamaan Prabu Baladewa datang melamar Dewi Wrantawati untuk Raden Lesmana Mandrakumara. Konflik terjadi antara Petruk dan Prabu Baladewa. Patih Sengkuni memimpin kawan Kurawa hingga Alun-Alun Dwarawati.
Adegan demi adegan hadir dengan menyajikan serangkaian efek yang mampu menghidupkan imajinasi para penonton. Di tengah dialog berbahasa Jawa Krama, kosakata modern hadir menggelitik.
Strategi jitu unutk menghilangkan jarak. Ulang alik tersebut berhasil menjembatani penonton yang kurang atau tidak mengerti bahasa Jawa. Di sisi kiri panggung tersedia layar yang berisi materi dwibahasa, Indonesia dan Inggris.
Di tengah sesi Goro-Goro, tanpa diduga Bagong bercerita ke Gareng dan Semar bahwa di antara deretan penonton ada serombongan orang gabut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Roy Suryo Akui Bakal Road Show Buku 'Jokowi's White Paper' di 100 Kota di Indonesia
-
Sambangi Solo, Roy Suryo dan Dokter Tifa Kompak: Ijazah Jokowi 99,9 Persen Palsu!
-
Iriana Jokowi Ulang Tahun, Anies Baswedan hingga Erick Thohir Kirim Karangan Bunga
-
Wali Kota Solo Silaturahmi ke Habib Alwi Masjid Riyadh, Perkuat Sinergi Umaro dan Ulama
-
Momen Hari Batik di Solo: Bentangan Kain Batik Terbesar Berukuran 20 x 7 Meter