Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 14 Maret 2024 | 16:44 WIB
Masjid Siti Aisyah Solo yang dikenal juga masjid kotak. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Masjid Siti Aisyah Kota Solo dikenal juga dengan sebutan masjid kotak.

Karena memang bentuknya itu berbeda dengan bentuk masjid pada umumnya. Kalau Masjid Kotak bentuknya memang persegi atau kotak.

Masjid Siti Aisyah ini terinspirasi dengan Ka'bah yang berada di Mekkah, Arab Saudi. Bentuk Ka'bah sendiri persegi atau kotak.

"Kenapa kok beda dengan masjid yang lain, itu memang terinspirasi dari Ka'bah. Itukan bentuknya persegi," terang Ketua Takmir Masjid Siti Aisyah, Sugiman (76) saat ditemui, Kamis (14/3/2024).

Baca Juga: Kuasa Hukum Korban Duga 'Permainan' Hakim di Sidang Praperadilan Eks Manajer Persis Solo

Selain itu karena luas tanahnya itu hanya 960 meter persegi. Sehingga semuanya itu full bangunan, dak atau bagian atas juga bisa dimanfaatkan.

"Jadi disamping itu juga karena luas tanahnya yang mepet. Jadi full bangunan semua," katanya.

Sugiman mengakui dari awal mau membangun masjid itu bentuknya persegi. Masjid mulai dibangun tahun 2017 dan selesai pembangunan 2018.

"Memang dari awal mau dibangun masjid dengan bentuk persegi," sambung dia.

Meski demikian Masjid Siti Aisyah ini cukup mewah dengan dibangun tiga lantai. Tembok bangunannya pun menggunakan marmar dengan dilengkapi tulisan kaligrafi.

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Kota Solo Kamis 14 Maret 2024, Lengkap Bacaan Niat Puasa Ramadan

Di masjid kotak ini ada basement untuk kantor, marbot dan yang sifatnya intern. Kemudian lantai ground ruang utama untuk salat laki-laki, ada juga perpustakaan, hingga tempat wudhu dan toilet.

Selanjutnya di lantai satu dipakai untuk tempat TPA ada dua ruangan dan ruang rapat. Untuk lantai dua dipakai sebagai tempat tempat salat perempuan.

Untuk dak atau yang paling atas itu dipakai buat menjemur karpet dan lainnya. Masjid Siti Aisyah ini juga terdapat toilet khusus difabel dan lift untuk jamaah yang kesulitan fisik.

"Jadi Masjid Siti Aisyah ini dibangun tiga lantai dengan fungsinya masing-masing," ungkapnya.

Sugiman mengakui memang Masjid Siti Aisyah ini dibangun full marmer baik di bagain dalam atau luar, untuk pintunya memakai kayu. 

"Iya betul ini full marmer. Marmernya itu dari Indonesia bukan impor," kata dia.

Menurutnya Masjid Siti Aisyah ini dulu dibangun di daerah yang termasuk hitam. Dulu orang kalau malam hari lewat jalan depan masjid takut, karena gelap dan kemudian banyak 'kupu-kupu malam', sehingga terjadi peristiwa kriminal.

Kemudian bersama warga lain khususnya yang beragama Islam dikumpulkan untuk merangkul dan mengajak mereka.

"Dulu daerah ini termasuk daerah hitam. Lalu kami dikumpulkan dan membentuk wadah kegiatan kerohanian Islam, seperti pengajian, yasinan," ujarnya.

Kegiatan-kegiatan yang diadakan itu, lanjut dia, berhasil dan banyak yang tertarik. Adanya kegiatan itu lamban laun perkembangannya bagus, banyak yang datang.

"Saat bulan ramadan mengadakan salat tarawih di rumah saya karena masjidnya jauh. Setiap tahun diadakan dan jumlahnya semakin banyak akhirnya ada pengusaha Solo yang mengizinkan untuk salat tarawih dan kegiatan di pendopo rumahnya," papar dia.

Sugiman menambahkan ternyata tiap tahun itu perkembangannya bagus. Lalu ada rencana mau bangun mushola dengan membeli lahan yang tak jauh dari rumah pengusaha, tapi tidak dijual.

Kemudian ada tanah (sekarang jadi masjid) mau dijual lalu dibeli dan dibangun masjid dengan bentuk persegi. Jadi masjid ini ada wakaf dari seorang pengusaha Solo.

"Nama Masjid Siti Aisyah sendiri diambil dari nama ibu pewakaf," pungkasnya.

Kontributor : Ari Welianto

Load More