Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 25 November 2023 | 10:15 WIB
Ilustrasi Jaka Tingkir. [Image: YouTube/Embara Lensa]

SuaraSurakarta.id - Masa pengkhianatan dan kehancuran Kerajaan Pajang bermula dari keberhasilan sahabat-sahabat Jaka Tingkir dalam misi pembunuhan Arya Penangsang.

Misi tersebut diikuti oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki Juru Martani, dan Danang Sutawijaya yang merupakan anak kandung Ki Ageng Pemanahan sekaligus anak angkat Jaka Tingkir.

Sebagai hadiah atas kesuksesan misi tersebut, Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir memberikan tanah perdikan kepada Ki Penjawi di daerah Pati, sementara Ki Ageng Pemanahan diberikan tanah di Mataram. Tanah perdikan di Mataram itu pun kemudian menjadi Kadipaten yang berpusat di Kotagede, Yogyakarta.

Pada tahun 1584, Ki Ageng Pemanahan wafat. Kepemimpinan Kadipaten Mataram pun diberikan kepada putranya, yakni Danang Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati. Pada masa kepemimpinan Panembahan Senopati di Mataram, pemberontakan kepada Pajang pun mulai dilakukan.

Baca Juga: Disiapkan Bekal Matang, 208 Wisudawan STTW Surakarta Siap Terjun ke Dunia Kerja

Pemberontakan Pajang hingga Tewasnya Jaka Tingkir

Panembahan Senopati mencegah upeti dari Kedu dan Bagelen yang seharusnya untuk Kerajaan Pajang agar diberikan kepada Mataram. Bahkan, Panembahan Senopati kemudian mengembangkan Kadipaten Mataram menjadi Kerajaan.

Hal itulah yang membuat Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir marah dan kemudian mengirim pasukan ke Mataram. Namun, konflik dengan anak angkatnya itu tak berlangsung lama, karena pasukan Pajang tersebut ditarik mundur akibat letusan gunung merapi.

Pada tahun 1586, Panembahan Senopati pun memproklamirkan berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Setahun kemudian, Jaka Tingkir meninggal dunia karena sakit. Namun, Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa Jaka Tingkir meninggal karena dibunuh oleh Jin Juru Taman, pengikut Panembahan Senopati.

Jin tersebut dikisahkan memukul dada Jaka Tingkir hingga terjatuh dan akhirnya wafat. Sejak saat itu, Kerajaan Mataram semakin besar. Sementara, Kerajaan Pajang dipimpin oleh menantu Jaka Tingkir, yakni Arya Pangiri. Namun, putra Jaka Tingkir, Pangeran Benowo tak terima hanya dijadikan sebagai Adipati.

Baca Juga: Pemain Timnas Kanada Sebut Surakarta Rasa Belgrade Serbia, Ternyata Ini Kemiripan Budaya hingga Alamnya

Lantaran hal itu, Pangeran Benowo bersekutu dengan Panembahan Senopati dan berhasil mengalahkan Arya Pangiri serta merebut Pajang pada 1588. Sejak saat itu, Pajang dipimpin oleh Pangeran Benowo, putra Jaka Tingkir. Namun, kedudukannya berada di bawah Mataram.

Setelah setahun berkuasa, Pangeran Benowo menyerahkan Pajang kepada Panembahan Senopati. Sejak itu pula, pengaruh Kerajaan Pajang semakin menurun dan digantikan oleh Mataram yang semakin besar.

Bahkan, ketika Mataram dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, Pajang yang mencoba memberontak diberantas pada tahun 1618. Dari catatan sejarawan Belanda dalam buku Hageman, pada tahun yang sama, Kerajaan Pajang kemudian diratakan dengan tanah.

Desa-desa yang sebelumnya dipimpin oleh Kerajaan Pajang menjadi kosong dan tak berpenghuni. Seluruh rakyatnya diangkut ke Mataram dan dijadikan pekerja pembangunan keraton baru di Kerto. Hal itu yang menyebabkan sisa-sisa Kerajaan Pajang, bisa dikatakan, musnah sama sekali.

Petilasan Kerajaan pajang itu hanya menyisakan umpak batu yang diperkirakan bekas bangunan Keraton Pajang yang saat ini masih dirawat oleh masyarakat Dusun I, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo.

Kontributor : Dinnatul Lailiyah

Load More