Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 07 September 2022 | 20:46 WIB
 Warga sedang menyeberang jembatan sasak di Mojolaban, Sukoharjo, Rabu (7/9/2022). [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Warga Desa Gadingan Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo membuat jembatan sasak dari bambu di atas Sungai Bengawan Solo

Jembatan dengan panjang 80 meter ini menghubungkan Desa Gadingan, Kabupaten Sukoharjo dengan Kelurahan Sewu, Kota Solo.

Selama ini warga yang menyeberang itu menggunakan perahu. Saat ini untuk sementara menggunakan jembatan sasak.

Jembatan sasak dibuat dari sekitar 100 bambu, 34 drum atau tong. Selanjutnya dirakit kurang lebih dua minggu.

Baca Juga: Jalan Mulai Dilebarkan, Duplikasi Jembatan Kapuas I Dikerjakan, Masyarakat Pontianak Segera Bebas dari Kemacetan?

"Ini baru dipasang semalam. Selesai dibuat langsung dipasang," ujar warga RT 03 RW 03, Sugiyo (71) saat ditemui, Rabu (7/9/2022).  

Pembuatan sasak ini untuk mempermudah akses warga di dua wilayah ini. Karena banyak warga Gadingan itu yang sekolah, bekerja atau aktivitas di Kota Solo.

Jembatan ini dibuat saat musim kemarau yang kondisi air Sungai Bengawan Solo menyusut dan tidak deras.

"Untuk memudahkan warga dan sengaja dibuat. Setiap tahun pas musim kemarau pasti buat jembatan, nanti pas musim hujan dan airnya tinggi jembatan kita lepas," paparnya.

Pembuatan jembatan ini tidak ada kaitannya dengan penutupan jembatan Mojo dan Jurug. Ide jembatan sasak ini sudah ada sebelum ada wacana penutupan dua jembatan itu. 

Baca Juga: Jembatan Gantung Penguhubung Dua Desa di Kabupaten Cianjur Ambruk Terseret Air Sungai

"Tidak ada kaitannya dengan itu. Sebelum rencana penutupan dua jembatan itu, saya sudah buat ini," imbuh Bagong, sapaan akrabnya.

Untuk anggaran pembuatan jembatan ini sekitar Rp 20 juta. Itu untuk beli sasak, bambu, drum, paku, kawat buat mengikat hingga buat tenaga yang membantu.

"Ini pakai uang pribadi. Itu buat beli barang-barang yang dibutuhkan dan tenaga," sambungnya.

Warga yang menyeberang jembatan sasak ini ada tarifnya sebesar Rp 2.000, kadang ada yang memberi lebih. Tarifnya sama dengan perahu penyeberang, jadi dengan pendapatan itu uang untuk pembuatan jembatan ini bisa kembali.

"Bisa sampai, dari pengalaman dulu itu bisa dapat Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta. Kalau perahu itu biasanya Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu perhari, sekali menyeberang itu Rp 2.000 dan tidak ada yang keberatan," ungkap dia.

Ini ada petugas yang jaga selama 24 jam dan itu ada warga yang lewat pas lewat. Petugas yang jaga itu mengatur lalu lintas penyeberangan hingga menjaga kondisi jembatan atau ada warga takut dan kenapa-kenapa.

"Ada yang jaga di sebelah timur dan barat. Ini sifatnya hanya darurat dan sementara, ini aman dan yang penting tidak ugal-ugalan," imbuhnya

Pembuatan jembatan ini membutuhkan sekitar dua minggu, untuk rakit atau dirangkai di pinggir sungai. Setelah jadi dibawa ke tengah sungai menyambungkan pinggir sungai di wilayah Sukoharjo dengan Solo.

"Saya buat ini dibantu anak dan warga yang lain. Butuh waktu sekitar dua minggu, dulu pas deras itu pernah terbawa arus sampai Sragen, itu tahun 2007 dan 2012," kata dia.

Sementara itu salah satu warga, Mars Farjianto mengaku senang adanya jembatan sasak ini. Lebih cepat jika dibandingkan naik perahu. 

"Lebih cepat lah jika harus naik perahu. Ini kan tinggal menyeberang dan sangat membantu sekali," ucapnya.

Ia pun tidak merasa takut pas menyeberang, karena sudah terbiasa lewat. Apalagi ini bukan yang pertama kali, dulu sudah pernah ada.

"Tidak takut, biasa saja. Malah bagus ada jembatan sasak ini, biasa buat foto-foto juga," pungkas dia.

Kontributor : Ari Welianto

Load More