Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 24 Agustus 2022 | 08:49 WIB
Guruh Sukarnoputra saat membuka festival anak muda di Seni Mural Pojok Bung Karno, Kawasan Manahan Solo, Minggu (21/08/2022) malam. [Suara.com/Budi Kusumo]

SuaraSurakarta.id - Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa menilai perubahan penulisan nama Soekarno menjadi Sukarno dapat menghilangkan sejarah.

Hal itu menanggapi pernyataan Ketua Yayasan Bung Karno, Guruh Sukarnoputra meminta pada generasi muda untuk tidak salah menulis ejaan nama presiden pertama Ir Sukarno bukan ditulis Soekarno. Menurutnya, penulisan kata Soekarno adalah ejaan Belanda.

"Kalau pakai bahasa belanda yang dipakai itu (Soekarno). Itu jadi identik. Karena lahirnya pada masa penjajahan Belanda dan massa perjuangan. Jadi jangan terus dirubah," kata Teguh, Rabu (24/8/2022).

Teguh menilai jika nama Soekarno di rubah Sukarno itu menghilangkan sejarah. Ia pun menyerahkan sepenuhnya perubahan itu pada keluarga besar Bung Karno.

Baca Juga: 'Para Penjaga Terakhir Bung Karno', Kisah Pejuang yang Nyaris Terlupakan

"Kalau saya seperti itu. Jadi tidak usah berdebat atas nama Su atau Soe. Tetapi terserah nanti seperti apa seluruh keluarga Bung Karno menyikapinya tidak hanya bicara personal ke publik," tegas dia.

Ia berharap perubahan penulisan nama Sukarno tidak sekedar wacana belaka, tetapi lebih bicara kongkret untuk disampaikan kepada pemerintah dan pemerintah menyikapi.

"Lebih baik dalam satu keluarga meluruskan dengan merujuk akta kelahiran Bung Karno," katanya.

Ia mengatakan perubahan nama itu bagi dirinya bukanlah sebuah hal yang prinsip. Terlebih orang umum membacanya sudah pasti Sukarno.

"Saya kira itu bukan prinsip. Karena bacanya tetap Sukarno. Nulisnya Soekarno bacanya tetap Sukarno," ucap dia.

Baca Juga: Philosophisce Grondslag: Penerapan Filosofi Soekarno terhadap Korupsi

Ia menambahkan nama orang yang lahir pada 50-60an ke bawah nulisnya nama pakai "Oe". Ia mencontohkan penulisan nama orang tuanya Mulyadi ditulis Moelyadi karena itu benar ejaan Belanda.

"Harusnya dari atas dulu diluruskan. Jangan dibawah. Kalau secara nasional atas Sukarno diluruskan, kita baru ikut merubah," ujarnya.

Kontributor : Budi Kusumo

Load More