Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 15 Juli 2022 | 16:00 WIB
Warga RW 03 Kampung Menggungan, Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali saat protes keberadaan TPS sampah. [Suara.com/Ari welianto]

SuaraSurakarta.id - Warga Kampung Menggungan, Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali mengeluhkan penumpukan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah di desa setempat.

Pasalnya penumpukan sampah tersebut menimbulkan bau tidak sedap atau menyengat. Bahkan 
hingga berserakan ke jalan kampung dan sungai kecil untuk pengairan yang ada disebelahnya ikut tercemar.

Warga pun protes dengan memasang sejumlah spanduk protes dan penolakan. Mereka berjalan dengan jarak 200 meter dari permukiman hingga lokasi TPS sampah sambil membawa.

"Ini penolakan TPS sampah. Karena sampah sudah overload dan bau sekali," ujar perwakilan warga Kampung Menggungan RT 04 RW 03 Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Danang Catur saat ditemui, Jumat (15/7/2022).

Baca Juga: Duh, DLH Balikpapan Prediksi Pembangunan IKN Berdampak Penambahan Volume Sampah

Menurutnya, TPS tersebut sudah berdiri sekitar satu tahun lebih. Tapi hingga sekarang sampah belum pernah diambil, kalaupun pernah hanya diambil lima truk saja setelah itu tidak pernah lagi.

"Baru satu tahun dibangun, tapi sampahnya menumpuk seperti gunung. Itu tidak diambil tapi sampahnya itu dibalik, sampah yang ada dibawah jadi di atas jadi baunya kemana-mana," katanya.

Warga mencium bau tidak sedap atau menyengat itu waktunya tidak mesti, kadang pagi, siang hingga malam. Padahal lokasi permukiman warga itu dekat dengan persawahan.

Bukan tidak mungkin akan menimbulkan penyakit dengan munculnya lalat di penumpukan sampah tersebut.

"Biasanya itu pagi, padahal pagi itu udara pas segar-segarnya tapi malah tercemar. Dulu tiap pagi banyak warga jalan-jalan, tapi setelah adanya TPS tidak pernah lagi," ungkap dia.

Baca Juga: Komunitas The Mulung, Selamatkan Bumi dengan Membuat Kolase Sampah

Danang menjelaskan, dari awal pembangunan TPS sudah mendapat penolakan dari warga. Bahkan saat sosialisasi hanya beberapa warga yang diundang tidak semuanya.

"Awalnya dibuat TPS 3R, tapi kenyataannya tidak. Malah bukan TPS 3R tapi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari awal sudah ada penolakan dari warga," paparnya.

Selama satu tahun beroperasi, TPS tersebut dipakai untuk menampung sampah warga Sawahan. Warga pum  dikenakan retribusi sebesar Rp 15.000 per bulan.

"Yang buang sampah itu warga Sawahan, tapi kami sudah tidak buang lagi sampah. Warga sudah protes itu sejak Desember 2021," sambungnya.

Warga sendiri melaporkan keluhan ini 
ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, kecamatan, hingga kelurahan. Bahkan dari petugas DLH sudah datang dan mengecek

"Sudah kita hubungi DLH, bahkan ada respon tapi langkah yang diambil terlalu lambat, jadi banyak warga banyak yang tersiksa. Kita berharap TPS ini bisa ditutup," ucap dia.

Terpisah Kepala Desa Sawahan, Agus Sunarno saat ditemui mengatakan belum ada rencana penutupan TPS tersebut. Karena langkah ini sebagai upaya untuk mengatasi TPS liar yang ada di Desa Sawahan.

"Belum ada rencana penutupan. Dulu di sekitar sini banyak sampah yang dibuat dibuang dan menumpuk di pinggir jalan, akhirnya kita bangun TPS ini tidak ada lagi sampah dibuang di pinggir sampah atau sungai," jelasnya.

Agus mengatakan, sudah ada beberapa solusi untuk mengatasi penumpukan sampah di TPS itu. Seperti memindahkan TPA Winong Boyolali, Dibuang ke TPA Putri Cempo Solo hinga sebagian sampah ditimbun di lokasi.

"Sudah ada solusi sebenarnya. Kalau dibuang ke TPA Putri Cempo jelas tidak mungkin karena berada luar wilayah Boyolali," tutur dia.

"Kalau dipindahkan ke TPA Winong anggaran yang dikeluarkan cukup besar dan kita tidak mampu, biaya angkut sendiri satu dam mencapai Rp 650 ribu untuk 12 kubik sampah, sementara yang dibutuhkan itu 250 dam untuk mengangkut," paparnya.

Agus mengakui, memang banyak sampah yang dibuang di TPS tersebut dan itu warga Desa Sawahan.

Di Sawahan, ada 13 ribu penduduk dari 4.800 KK di 61 RT dan 10 RW. Untuk pelanggan TPS Sawahan sekira 2.200 orang dengan pemasukan sampah sekira 20 kubik per hari.

"Sosialisasi untuk pengelolaan sampah dari rumah terus kita lakukan. Jadi pemilahan sampah, mana yang bisa bermanfaat dan mana yang tidak," jelas dia.

Kontributor : Ari Welianto

Load More