SuaraSurakarta.id - Masjid Agung Solo dibangun tahun 1745 pada masa pemerintahan Pakubuwono (PB) II.
Proses pembangunan dan pengembangan Masjid Agung cukup lama.
Karena setelah PB II meninggal, penyempurnaan Masjid Agung dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya hingga PB X.
Pada Masjid Agung Solo terdapat salah satu peninggalan raja-raja keraton. Salah satu peninggalannya adalah Bedug Kyai Wahyu Tengara.
Baca Juga: Viral Ustaz Yazid Sebut Menabuh Bedug Haram: Tak Ada Hubungan dengan Ajaran Islam
Bedug Kyai Wahyu Tengara merupakan peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Paku Buwono (PB) X yang memerintah tahun 1893-1939.
"Bedug ini salah satu inisiatif para ulama untuk penanda waktu shalat. Ini peninggalan PB X," ujar Sekretaris Pengurus Masjid Agung Solo, Abdul Basid, Senin (11/4/2022).
Bedug Kyai Wahyu Tengara ini memiliki diameter sekitar 1,5 meter. Di mana terbuat dari kayu dan kulit sapi.
Basid menceritakan, jika bedug ini berawal dari tradisi gamelan yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta.
Kemudian diadopsi oleh umat Islam lewat tradisi musik rebana.
Lalu diwujudkan dalam bentuk yang besar, yakni bedug dan dilengkapi kentongan.
"Sebetulnya kalau di kelengkapan gamelan pada tradisi Hindu itu bedug tidak ada, adanya gong. Kalau Islam itu adanya rebana tapi kecil," kata dia.
Menurutnya, ini terinspirasi dari tradisi Islam rebana yang Kemudian dibuat yang lebih besar.
Di mana dibuat dari kayu yang dilubangi dan kulit sapi lalu digantung di serambi masjid.
"Kulitnya sudah beberapa kali diganti, terakhir 5 tahun lalu oleh orang keraton yang berkebangsaan Jepang. Untuk kayunya masih asli tapi sudah dipotong karena kerowak, sebenarnya agak lebih besar," ungkapnya.
Bedug Kyai Wahyu Tengara ini juga sebagai kelengkapan setelah adzan biar nyaring.
Jadi setelah adzan waktu shalat selesai lalu ditabuh bedug untuk memanggil jamaah buat datang ke masjid.
"Jadi ini juga kelengkapan setelah adzan. Selalu ditabuh saat memasuki waktu shalat," sambungnya.
Untuk nama bedug Kyai Wahyu Tengara ini.
Karena orang-orang keraton itu menamakan sesuatu yang dimuliakan dengan nama kyai.
"Bedug ini diberi nama Kyai Wahyu Tengara untuk menandai panggilan wahyu Allah, yakni shalat. Biasanya dibuat sepasang, karena keraton itu kalau buat sesuatu pasti sepasang," jelas dia.
Saat bulan Ramadhan itu sebenarnya ada tradisi selalu ditabuh malam hari atau menjelang sahur.
Sekarang sudah tidak, tapi nanti tradisi ditabuh malam hari akan dilakukan lagi.
"Biasanya ditabuh pukul 00.00 WIB sampai pukul 00.30 WIB. Penanda sudah berganti hari dan mau persiapan sahur. Kalau yang rutin itu tiap Jumat menjelang adzan pertama," tandasnya.
Kontributor : Ari Welianto
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
Historical Walking Tour dalam Menyambut 101 Tahun Persis Solo
-
Selamat Ulang Tahun ke-101, Persis Solo!
-
Partai Golkar Solo Buka Suara Soal Isu Jokowi Bergabung: Kita Senang Hati
-
Mona Pangestu: Anak Muda Solo Pilih Investasi Emas Ketimbang Perhiasan Besar
-
Hari Apes Tak Ada di Kalender: Dua Jambret di Solo Babak-belur Usai Ketahuan Warga