Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 09 April 2022 | 16:47 WIB
Masjid Agung Surakarta akan memfasilitasi masyarakat yang akan menjalankan ibadah saat bulan ramadan tapi tetap menjalankan protokol kesehatan ketat. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Masjid Agung Solo, merupakan salah satu masjid bersejarah di Kota Solo dan peninggalan Kerajaan Mataram Islam. 

Berdirinya Masjid Agung tidak bisa lepas dari perpindahan Keraton Kartasura menuju Surakarta pada 17 Februari 1745. Masjid Agung dibangun pada masa kekuasaan Paku Buwono yang memerintah pada 1745-1749.

Perpindahan keraton Kartasura ke Surakarta merupakan imbas dari terjadinya peristiwa geger pecinan yang pecah pada tahun 1743 yang membuat keraton hancur. Kemudian merambah ke daerah-daerah lain seperti di Jawa Tengah lalu ke Kartasura. .

"Masjid Agung ini dibangun pada tahun 1745 di masa pemerintahan PB II. Ini beriringan perpindahan keraton dari Kartasura ke Surakarta," ujar Sekretaris Pengurus Masjid Agung Solo, Abdil Basit, Sabtu (9/4/2022). 

Baca Juga: Sebanyak 20 Orang Telah Jadi Mualaf dan Membaca Syahadat di Masjid Agung An-Nur Pekanbaru

Menurutnya, karena jabatan raja itu tidak hanya sebagai pemimpin pemerintahan tapi juga sebagai tanggung jawab untuk penyiaran agama Islam. 

Maka Panotogomo juga membangun masjid sebagai tempat ibadah, tidak hanya membangun pusat pemerintahan saja. 

"Lokasinya yang dipakai untuk dibangun masjid itu dekat dengan pusat pemerintahan. Lokasinya ini ada di daerah Kauman," katanya.

Pada pembangunan Masjid Agung Solo ini sebagian bahan yang digunakan adalah bekas Masjid Agung Kartasura yang dibawa PB II ke Surakarta.  

Tiga tahun memerintah di Keraton Kasunanan Surakarta, PB II meninggal dulu. Pemerintahan pun dipegang PB III, yang juga melanjutkan pembangunan Masjid Agung ini. 

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Kota Solo Hari Ini 8 April 2022, Lengkap dengan Bacaan Niat Puasa

Peletakan tiang saka guru (empat tiang utama) dilaksanakan langsung oleh PB III pada tahun 1757. Saka tersebut merupakan bawaan dari Keraton Kartasura.

Hal tersebut diketahui dari prasasti yang ada di dinding ruang utama masjid dan selesai sekitar tahun 1768. Pembangunan terus dilakukan oleh raja-raja yang memerintah keraton berikut.

"Prosesnya pembangunannya memang lama, awal-awal itu tidak semegah sekarang. Namun diantara raja yang banyak melakukan pembangunan dan pengembangan masjid adalah PB IV, PB VII dan PB X," kata dia.

Bangunan Masjid Agung pada masa PB II baru serambi atau bagian dalam dan itu pun masih bersedarha. Dalam perkembangan waktu dilakukan pengembangan dan penyempurnaan bangunan oleh raja-raja berikutnya. 

Masjid Agung Solo ini terinspirasi dari Masjid Agung Demak yang arsitekturnya rumah adat jawa. Di mana berbentuk joglo dan beratap tajuk susun tiga yang melambangkan kesempurnaan umat Islam dalam menjalani kehidupannya, yakni Islam, Iman, dan ikhsan (amal). 

"Ini terinspirasi oleh Masjid Agung Demak, berbentuk joglo dan beratap tajuk susun tiga. Bahan materialnya itu kebanyakan dari kayu," sambungnya. 

Dari sekian raja yang berkuasa memiliki peninggalan dalam proses pembangunan Masjid Agung. Pada VI membangun Madrasah Mambaul Ulum yang berada di komplek Masjid Agung. 

Pembangunan Madrasah Ulum itu dilakukan untuk mendidik para kader-kader, ulama atau penyebar agama di Solo dan sekitarnya.  

Pada masa PB VIII dibangun jam istiwa. Di mana jam tersebut untuk menentukan waktu shalat yang mengandalkan sinar matahari.  

PB X, merupakan raja banyak melakukan banyak pengembangan dan penyempurnaan Masjid Agung Solo. Pada masa PB X, sudah agak akulturasi budaya dan arsitektur. 

Jadi tidak berbentuk rumah Joglo tapi ada juga budaya Persia dengan adanya kubah-kubah. Dibangun juga menara sekitar tahun 1859, untuk mengumandangkan adzan waktu shalat, selain itu juga dibangun gapura Masjid Agung. 

"Itu merupakan hasil lawatan PB X saat naik haji ke Makkah serta Turki. Ini supaya dari jauh kelihatan dan tampak megah," tandas dia.   

Kontributor : Ari Welianto

Load More