Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 19 Maret 2022 | 18:46 WIB
Proses pembuatan minyak dari bahan baku biji kapuk yang disebut klenteng. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Warga Bunder RT 15 RW 03 Kelurahan Kedung Waduk Kecamatan Karang Malang, Sragen, Sukarno (49) mampu mengubah biji kapuk yang disebut Klenteng menjadi minyak goreng alternatif.

Biji kapuk yang termasuk limbah, biasanya langsung dibuang. Tapi setelah tahu manfaat biji kapuk, membuat Sukarno tidak lagi dibuang tapi diolah menjadi minyak goreng.

"Klenteng ini kan sebenarnya limbah dan dibuang, yang diambil cuma kapuknya. Lalu tahu kalau bisa dibuat minyak, akhirnya biji kapuk tidak dibuang," ujar Sukarno saat ditemui, Sabtu (19/3/2022).

Awalnya, Sukarno menjual kain kasur dengan menyediakan kapuk. Dalam kapuk ada bijinya klenteng, sempat bertanya-tanya kenapa bijinya tidak dipakai atau diolah. 

Baca Juga: Harga Minyak Goreng di Jember Tembus Rp25 Ribu per Liter

Kemudian lihat-lihat di media sosial (medsos) dan youtube buat apa, lalu melihat ada yang diolah jadi minyak. Ia pun tertarik untuk mengolah klenteng jadi minyak tapi tidak punya alatnya. 

Kemudian cari alat-alatnya lewat medsos juga, bisa dapat alatnya tapi ke Jakarta. Ia pun langsung ke Jakarta untuk membeli alat-alat yang dibutuhkan.  

"Awalnya ikut-ikutan atau coba-coba memproses dan ternyata jadi. Belum sempurna, tidak tahu jualnya dimana, terus yang beli siapa belum tahu, Ide ini muncul 6 tahun lalu dan ini dijual curah," katanya. 

Setelah bisa produksi banyak susah untuk menjualnya dan ditawarkan pun belum laku. Padahal sosialisasi sudah dilakukan baik langsung ke masyarakat atau lewat medsos. 

Meski belum laku tetap produksi, kemudian ada teman sopir suruh jual ke pabrik pakan ternak. Ia pun menawarkan ke sana dan suruh bawah sampel ke pabrik. 

Baca Juga: Puan Maharani Kena Getah Celotehan Megawati, Instagramnya Diserbu Nyinyiran 'Kerupuk Rebus'

Ternyata laku dan disuruh menunggu tiga hingga empat hari, nanti akan dihubungi lagi dan disuruh kirim. 

"Jadi teman yang ngasih tahu punya minyak biji klenteng tidak. Dulu ada 150 drum dan itu diambil semua, itu dari Semarang. Sekarang banyak yang ngambil dari berbagai daerah. Itu yang ngambil para pengepul," katanya. 

Dalam satu hari, dengan dua mesin beroperasi bisa memproduksi minyak klenteng 200 kilo dengan sekitar 2 ton biji kapuk. Diakuinya, banyak permintaan dari berbagai daerah tapi terkendala mesin karena hanya punya dua unit mesin saja.

Biji kapuk juga terbatas, karena satu tahun itu hanya berbuah satu kali. Jadi susah cari bahan bakunya untuk memproduksi lebih banyak, sementara bahan bakunya dikirim dari daerah di Jawa Timur, yakni Ponorogo. 

"Kendalanya cuma alat dan bahan bakunya, kalau bahan bakunya melimpah bisa produksi banyak. Kalau permintaan itu banyak, dari Jakarta satu hari lima ton saja diambil," ungkap dia. 

Proses Pembuatan

Untuk proses pembuatannya sendiri, awal kapuk dijemur terlebih dahulu. Kemudian proses memisahkan kapuk dengan biji klenteng dengan memakai blower. 

Setelah biji kapuk terkumpul banyak lalu diambil dan dijemur dua hingga tiga jam. Selesai dijemur langsung diproses untuk dijadikan minyak. 

Biji yang dipakai itu masih baru, kalau yang bijinya sudah lama tidak bisa dipakai. Karena sudah keropos, jadi dipilah-pilah dulu.

"Ini tidak membutuhkan waktu lama, satu hari bisa jadi. Biji yang dipakai pokoknya yang masih baru," sambungnya.

Saat proses pembuatan minyak itu ada ampas atau limbahnya. Ada dua jenis ampas yang dikeluarkan, satu buat pupuk dan satunya buat pakan ternak, seperti Sapi dan Kambing. 

Untuk ampasnya juga dijual dan sudah ada yang mengambil. Pupuk dijual Rp 1.700 per kilo, satu minggu itu dapatnya hanya 1 ton.

Sedangkan untuk yang buat pakan ternak dijual Rp 3.500 per kilo. Itu per minggu dapatnya sekitar 8 ton hingga 8,5 ton. 

Awal-awal pembuatannya, sering dipakai pribadi buat goreng-goreng tapi disuling dulu atau disaring. Tapi itu proses butuh waktu lama dan makan tenaga, untungnya juga sedikit terus tidak dilanjutkan. 

Bahkan warga sekitar juga mencoba pakai minyak olahan ini dan tidak ada masalah.  

"Dulu tak pakai buat goreng krupuk, tetangga-tetangga juga pakai. Dari pemerintah pernah kesini untuk mengecek tapi tidak ada respon setelah itu," terang dia. 

Bahkan sempat mengajukan atau mengurus ke pemerintah kabupaten (Pemkab) Sragen dan BPOM untuk izin. Tapi karena prosesnya sulit akhirnya tidak jadi lanjut, pernah juga diteliti oleh perguruan tinggi (PT).

"Pernah pas awal-awal. Tapi tidak ada proses selanjutnya, akhirnya berhenti dan mau mengurus lagi malas. Kalau ada yang mengajak kerjasama siap, saya siap menyuplai minyak curah," tandasnya.

Kontributor : Ari Welianto

Load More