SuaraSurakarta.id - Tugu Pemandengan, dikenal juga sebagai tugu titik nol kilometer Kota Solo.
Terletak di Jalan Jenderal Sudirman atau tepatnya depan Balai Kota Solo, tugu tersebut merupakan salah satu bangunan peninggalan sejarah dan termasuk bangunan cagar budaya (BCB).
Tugu Pemandengan memiliki tinggi tiga meter dan bangunannya berbentuk segiempat mengerucut ke atas dengan empat lentera mengarah ke segala arah.
Diperkirakan, tugu bersejarah tersebut adalah peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono (PB) VI hingga PB X.
Baca Juga: Gibran Dikabarkan Jalani Tes PCR dan Tak Terlihat di Balai Kota Solo, Bagaimana Kondisinya?
Ada juga yang menyebutkan tugu itu dibangun seiring perpindahan keraton dari Kartasura ke Surakarta pada Pemerintahan PB II.
Memang tidak ditemukan data otentik tahun berapa Tugu Pemandengan itu dibangun.
"Perkiraan dibangun pada masa PB IV. Tugu Pemandengan itu dikenal sebagai tugu titik nol Kota Solo," ujar Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Solo, Mufti Raharjo, Jumat (4/3/2022).
Dijelaskan, jika Tugu Pemandengan itu dibangun menjadi titik kosmologi perkotaan pada zamannya.
Dulu tugu tersebut sebagai titik fokus pandangan raja Keraton Kasunanan Surakarta saat lenggah atau duduk di Sitihinggil.
Baca Juga: Yuk Tetap Disiplin Prokses, Jumlah Penghuni Isolasi Terpusat di Solo Mulai Turun
"Kalau Sinuhun duduk di Pagelaran melihatnya Tugu Pemandengan ke arah utara. Jadi buat titik fokusnya pandangan Sinuhun, titik sentral spiritual," jelas Mufti.
Jika Sinuhun itu duduk di Sitihinggil, lanjut dia, ada para abdi dalem serta sentono sampai alun-alun utara. Pandangan Sinuhun lurus ke Tugu Pemandengan, jadi tidak melihat di sekitarnya.
"Jadi kelihatan wibawa. Jadi pandangannya itu lurus ke Tugu Pemandengan," katanya.
Menurutnya, lokasi Tugu Pemandengan itu memang lurus dengan Keraton Kasunanan Surakarta.
Diantara garis tersebut terdapat garis spiritual, yang mana ditandai dengan Masjid Agung Surakarta dan Gereja di dekat Gladak. Kemudian garis duniawi yang ditandai dengan ada Pasar Gede.
"Jadi itu dipisahkan oleh Tugu Pemandengan," sambung dia.
Sinuhun, duduk di Sitihinggil biasanya saat pisowanan agung. Pisowanan agung adalah tradisi yang menunjukan hubungan antara raja atau sultan dengan rakyatnya.
Biasanya abdi dalem atau rakyat saat acara tersebut sampai alun-alun utara. Itu yang datang ke keraton dari berbagai daerah, seperti Trenggalek, Sumenep atau Ponorogo.
"Biasanya Sinuhun lenggah itu pas pisowanan agung, bahasa kerennya open house atau halal bi halal," imbuh Mufti.
Selain itu juga dipakai titik pandang raja terhadap pusat Pemerintahan Belanda yang dahulu berada di Balai Kota Solo sekarang.
Kontributor : Ari Welianto
Berita Terkait
Terpopuler
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- 6 Pilihan HP RAM 12 GB Dibawah Rp2 Juta: Baterai Jumbo, Performa Ngebut Dijamin Anti Lag!
- Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!
- 5 Pilihan Mobil Bekas Honda 3 Baris Tahun Muda, Harga Mulai Rp50 Jutaan
- 5 AC Portable Murah Harga Rp350 Ribuan untuk Kamar Kosan: Dinginnya Juara!
Pilihan
-
Duet Jordi Amat dan Rizky Ridho di Lini Belakang Persija? Mauricio Souza Buka Suara
-
Jay Idzes Sulit Direkrut, Udinese Beralih ke Calon Rekan Kevin Diks
-
Jurnalis Asing Review Nasi Kotak Piala Presiden 2025, Isi Lauknya Jadi Sorotan
-
Harga Emas Antam Lompat Tinggi, Cek Deretannya
-
Siapa Takeyuki Oya? Bawa Liga Jepang Melesat Kini Jadi GM Urus Liga Indonesia
Terkini
-
Respati Ardi Mendadak Bertemu Fraksi PDIP, Ada Apa?
-
Bawa Basket Meroket, Perbasi Dukung Arfinsa Gunawan Maju Calon Ketua KONI Surakarta
-
Zakir Naik Dakwah di Solo: Ribuan Peserta Hadir dan Terbuka untuk Semua Agama
-
Kronologi Penemuan Mayat Wanita di Wonogiri, Warga Curiga Gara-gara Ini
-
Wonogiri Gempar! Wanita Ditemukan Tewas Tangan Terikat dan Wajah Tertutup Bantal