SuaraSurakarta.id - Puncak HUT ke-80 RI juga dirayakan masyarakat di kaki Gunung Merbabu.
Dinginnya udara pegunungan malam itu, tak menyiutkan ratusan orang di Dukuh Kalitengah, Desa Kaligentong, Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali menjejali gedung demi melihat penampilan seni.
Adapun seni serta budaya yang ditampilkan oleh anak-anak, pemuda hingga ibu-ibu adalah drama kolosal kemerdekaan, cosplay pahlawan perempuan, dolanan anak, Tari Saman dari Aceh, tari-tarian tradisional hingga keroncong atau musik.
"Lihat penampilan pertama sudah memukau. Ternyata potensi anak-anak luar biasa dalam hal seni dan budaya," celetuk warga, Heru saat acara.
Baca Juga:Diproduksi di Boyolali, Polda Jateng Bekuk Komplotan Pembuat Uang Palsu
Ya, penampilan anak-anak, pemuda hingga ibu-ibu seakan membius warga yang menyaksikannya. Terlebih seni dan budaya yang ditampilkan tidak biasa. Lebih beragam dan rapi karena persiapan sejak sebulan sebelumnya.
Seperti halnya drama kolosal yang mengambil era tahun 1945-an. Anak-anak TK hingga SMA tampak lihai memainkan peran. Ada yang membawa bambu runcing saat melawan penjajah Jepang dan Belanda, menjadi tokoh kemerdekaan hingga peran sebagai penindas.
Kondisi tersebut sama seperti sepenggal kisah penting yang menegangkan dalam perang, sebelum peristiwa Rengasdengklok menuju perumusan naskah dan proklamasi.
Ketua Panitia, Deri Novito Hermawan menuturkan, puncak perayaan Kemerdekaan ke-80 RI digelar oleh Karang Taruna Tunas Bhakti, Gotong Royong dan Dasa Wisma (Dawis). Acara bukan hanya tradisi, tapi sebagai rasa syukur kepada Tuhan dan penghormatan kepada pahlawan. Serta menumbuhkan rasa persaudaraan dan nasionalisme.
Tak seperti biasanya di lapangan, acara digelar khidmat di dalam gedung baru berkapasitas ratusan orang yang diolah megah layaknya pentas profesional.
Baca Juga:Pengibaran Bendera dan Mural One Piece Dianggap Makar, Ini Kata Pengamat UNS
"Acaranya syahdu dan mediah. Drama kolosal membawa pesan semangat perjuangan melawan penjajah. Ini media efektif untuk anak-anak mengenal perjuangan pahlawan merebut kemerdekaan. Ada juga cosplay pahlawan dan Tari Saman," papar dia.
Setelah penampilan drama kolosal, acara semakin meriah dengan Tari Saman. Tari tradisional dari Aceh ditampilkan dengan apik oleh ibu-ibu Dawis 1 yang berjumlah sembilan orang. Tari ini mencerminkan nilai keagamaan, pendidikan, kekompakan, kepahlawanan hingga sopan santun.
Tak mudah untuk menampilkan tari tersebut. Terlebih gerakan harus padu. Sehingga penari harus berlatih cukup lama selama sebulan di tengah kesibukan mengurus rumah tangga dan anak-anaknya.
"Harus kompak dan rapi. Gerakannya khusus. Maka latihan intens setiap malam. Sampai-sampai kita ada pelatih Tari Saman sendiri," tutur Nur Aini, Ketua Dawis Elang 1.
Selain dua penampilan tersebut, ada cosplay pahlawan yang memerankan tokoh perempuan. Pasalnya perjuangan kemerdekaan tak bisa lepas dari peran perempuan hebat, di antaranya RA Kartini, Cut Nyak Dien, Malahayati, Hj Rasuna Said, Ki Ageng Serang, Ny Ahmad Dahlan, Laksamana Malahayati, Dewi Sartika hingga Fatmawati.
Ketua Gotong Royong Kalitengah, Mardi Utomo mengaku, acara digelar berkat kekompakan anak-anak muda, pemuda, ibu-ibu hingga bapak-bapak. Selain memperingati kemerdekaan, juga jadi ajang silaturahmi dan menjaga persatuan di tengah perbedaan yang ada di kampung.
"Terus menjaga nilai luhur. Seperti semangat berjuang. Ini momentum memupuk persatuan," harap dia.