PB XII Lebih Layak Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional, Ini Alasan Sejarawan

Muncul wacana Raja Keraton Solo, Sinuhun Paku Buwono (PB) XI dan XII diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 26 Oktober 2024 | 18:04 WIB
PB XII Lebih Layak Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional, Ini Alasan Sejarawan
Paku Buwono (PB) XII. [Dok Arsip]

SuaraSurakarta.id - Muncul wacana Raja Keraton Solo, Sinuhun Paku Buwono (PB) XI dan XII diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Pasalnya banyak yang menyebut mereka memiliki peran atau kontribusi baik secara lokal maupun nasional. Munculnya usulan tersebut mendapat apresiasi dan dukungan dari para sejarawan. 

Namun dari dua Raja Keraton Kasunanan Surakarta tersebut, mereka lebih condong Sinuhun PB XII yang layak diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.

Ketua Komunitas Pecinta Sejarah Solo Society, Dani Saptono mengatakan kalau untuk gelar pahlawan nasional paling pas itu Sinuhun PB XII daripada PB XI. 

Baca Juga:Cerita Warga Ngalap Berkah, Berebut Sepasang Gunungan di Grebeg Maulud Keraton Solo

"Kalau secara faktual itu malah lebih okenya PB XII. Karena beliau itu mengalami masa-masa gejolak dari mulai pra kemerdekaan (proklamasi) sampai menjelang pasca proklamasi terutama di era tahun 1946-1949," terangnya saat dihubungi Suara.com, Sabtu (26/10/2024).

Dani menjelaskan di era revolusi sosial atau perang kemerdekaan di Solo khususnya saat itu benar-benar dalam situasi konflik politik yang memanas.

Dalam posisi beliau sebagai seorang raja pada waktu itu harus mengambil satu keputusan yang penting dengan meletakan egosentris politik sebagai penguasa swapraja untuk bergabung menjadi republik.

"Tapi kalau untuk PB XI, saya rasa kurang pas. Karena PB XI itu paling mengacunya dari beliau sebagai anggota Sarekat Islam," kata dia.

Menurutnya PB XI itu tidak mengalami satu kondisi zaman di mana gejolak revolusi terutama dan menjelang munculnya gelora nasionalisme.

Baca Juga:Kisruh Pembukaan Sekatan, Putri PB XIII: Perintah Raja Masih Berlaku!

"Itu malah PB XII sendiri yang mengalami masa-masa itu. Jadi kalau usulan sebagai pahlawan nasional itu korelasinya dengan peran serta. Itu lebih cocoknya di PB XII," ungkapnya.

Dani mengaku mendengar usulan atau wacana itu sudah lama beberapa tahun yang lalu. Bahkan dulu pernah ada usulan juga PB III mendapat hadiah perdamaian, tapi itu tarikan zamannya terlalu jauh.

"Saya sudah mendengar wacana itu beberapa tahun terakhir. Kalau saya pribadi sih secata obyektif lebih condong PB XII diberi pahlawan nasional. Karena telah mengalami masa revolusi, berhubungan rapat dengan para petinggi saat itu," papar dia.

"Bahkan termasuk yang mengakui dan mendukung berdirinya NKRI yang pertama kalinya daripada Kasultanan Yogyakarta. Keraton Surakarta itu tahun 1 September 1945, sedangkan Yogyakarta di 5 September 1945, itu ada piagam resminya dari Sukarno," lanjutnya.

Kalau untuk sosok PB XII, lanjut dia, merupakan raja muda di era revolusi itu baru umur 20 tahun. Beliau menjadi raja  juga menyesuaikan diri dengan zaman, lalu meletakan jabatan raja penuh dan bergabung dengan NKRI di bawah Pemerintahan Sukarno-Hatta waktu itu. 

"Beliau juga pernah menjadi bagian tentara nasional Indonesia dengan pangkat kalau tidak salah letnan jenderal. Pernah juga mengikuti pendidikan di Bandung dan sering diajak Bung Karno meninjau daerah kantong-kantong gerilya di seputar Solo dan sekitar," jelas dia.

"PB XII itu mulai menjabat itu satu bulan sebelum proklamasi. Jadi Juni 1945 naik tahta, merasakan jadi raja penuh itu hanya satu bulan, kemudian 17 Agustus 1945 proklamasi. Lalu 1 September 1945 beliau menyatakan bergabung di bawah bagian NKRI," imbuhnya.

Sementara itu Sejarawan, Heri Priyatmoko mengatakan bahwa itu usulan menarik PB XI dan PB XII diangkat jadi pahlawan nasional. 

Untuk PB XI itu ditandai dengan perayaan 200 tahun keraton, makanya muncul monumen depan sitihinggil.

"Tapi untuk peran kebangsaan, ini patut dicermati. Karena saat itu PB XI posisinya terjepit, lalu ekonomi saat itu limbung. Misalnya banyak abdi dalem niaga yang keluar, karena keraton sudah redup dan eksistensi ketahanan ekonomi mulai melempem sehingga perlu dicermati," ujar dia.

Kalau ada data atau keunikan yang dimiliki pihak pengusul, misalkan PB XI, mempunyai kontribusi besar terhadap tidak harus nasional tapi lokal. Itu bisa menjadi nilai plus juga dan ini perlu menggandeng atau melibatkan sejarawan atau pecinta sejarah untuk menggali lebih dalam.

"Jadi diperlukan bukti yang sahih terus memenuhi kriteria dari pengusul, seperti ada kajian bisa berupa buku. Tidak harus politis, bisa punya partisipasi dalam hal kebudayaan bisa saja, jadi kalau kondisi politik waktu itu goyah, redup," tandasnya.

Heri menambahkan untuk PB XII ini memiliki andil besar seperti munculnya maklumat bergabungnya keraton ke NKRI. Ada yang menyebut kalau PB XII itu antek Belanda, adanya berbagai versi itu perlu dikumpulkan selain dua itu dan mana diambil yang bagus.

"Harus dipahami dalam pengajuan itu, bagaimana pun seorang pahlawan diduduki sebagai manusia biasa juga. Jadi ada kekurangan, nanti ada kearifan apa yang muncul ketika menjadi raja saat itu, kekuatan politiknya seperti apa hingga kebijakannya apa," beber dia.

"Sangat menarik itu dalam kontek nasional untuk PB XII. Jadi perlu ditimbang dengan berbagai fakta. PB XII itu juga disebut sebagai sunan kamardikan, sunan yang berkuasa saat-saat kemerdekaan atau masa peralihan jadi banyak tantangannya. Jadi bagaimana raja menghadapi situasi lokal, dinamika lokal sampai pergerakan nasional," pungkasnya.

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak