"Ini jadi gejolak dalam ekonomi, gejolak yang negatif. Ini diperparah dengan lesunya market akibat pergeseran prioritas untuk spending money (membelanjakan uang)," katanya.
Apalagi, dikatakannya, Indonesia bukan satu-satunya negara produsen atau pengekspor tekstil.
Di sisi lain, menurut dia di dalam negeri industri tekstil tengah menghadapi predatory pricing atau strategi ilegal menjual barang di bawah harga yang merupakan salah satu trik perdagangan bertujuan untuk monopoli.
"Jadi tantangan tidak hanya datang dari faktor eksternal, namun juga dari dalam negeri, termasuk masalah regulasi. Kondisi saat ini disebut sebagai kondisi terburuk sejak sembilan tahun terakhir untuk dunia tekstil," katanya.
Baca Juga:Puncak HUT Dekranas: Leker Gajahan dan Sederet Kuliner Legendaris GoFood di Solo
Bahkan, menurut dia jika dibiarkan maka predatory pricing ini akan mematikan UMKM.
"Jadi bukan hanya industri besar tetapi juga UMKM. Kalau UMKM berdampak artinya dampaknya sudah masif. Apalagi pelaku ekonomi kita 95 persen di UMKM," katanya.
Ia mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut butuh konsistensi terutama dalam hal regulasi.