SuaraSurakarta.id - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 memungkinkan untuk diubah.
Menurut Jimly, MKMK hanya menilai dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, bukan putusan MK. Namun, dia menyebut MKMK bisa mengubah putusan tersebut bila diyakinkan.
Namun, Almas Tsaqibbirru selaku penggugat melalui Kuasa Hukumnya, Arif Sahudi menampik kemungkinan itu dan memastikan putusan tersebut tak mungkin bisa diubah.
Arif menilai, gugatan yang dilayangkan terkait kode etik, tidak terkait putusan MK. Sebab, sidang MKMK adalah sidang atas perilaku hakim, bukan atas putusannya.
Baca Juga:Jelang Putusan MKMK, Hasto PDIP: Tak Boleh Konstitusi Dikorbankan Untuk Kepentingan Keluarga
"Artinya kalau putusan, berlaku asas putusan yang sudah dibacakan oleh hakim sudah dianggap benar, dan harus dilaksanakan," kata Arif kepada Suara.com, Sabtu (4/11/2023).
Dengan putusan dari MK itu, membuat nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang masih berusia 36 tahun bisa maju sebagai Cawapres.
Meski usianya belum 40 tahun, Gibran masih memenuhi syarat karena pernah menjabat sebagai Kepala Daerah.
Arif mengatakan, dalam gugatan dan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, pihaknya hanya selaku pemohon. Sehingga ketika gugatannya sudah putusan, maka perannya selaku pemohon sudah selesai.
"Masalah putusan ini nanti berubah atau tidak terkait majelis kode etik, kalau saya ditanya analisa, tentu tidak. Karena yang disidang kode etik majelis hakim," ujarnya.
Baca Juga:Jimly Asshiddiqie Pernah Nyatakan Dukung Prabowo, Ganjar Yakin MKMK Netral: Akan Berisiko Jika...
Dia menegaskan, permohonan yang pihaknya layangkan, tidak ada kaitannya dengan Gibran maju Cawapres.
"Sampai hari ini, kita ajukan permohonan tidak terkait langsung dengan mas Gibran. Karena mas Gibran juga tidak pernah terimakasih ke saya, WA, sehingga kalau mau maju atau enggak, itu urusan beliau. Monggo, itu bebas untuk siapapun," jelas dia.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.