SuaraSurakarta.id - Pengacara kondang sekaligus ahli hukum Dr. Mudzakkir, S.H., M.H memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat pengusaha asal Solo, Andri Cahyadi beserta tiga koleganya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada Senin (30/10/2023).
Mudzakkir pernah memberikan keterangan dalam kasus ‘Kopi Sianida’ dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Dalam keterangannya, Mudzakkir menyatakan bahwa kasus ini termasuk kedalam ranah perdata karena kasus ini berawal dari suatu perjanjian utang piutang.
"Dalam hal salah satu pihak ataupun kedua belah pihak, dianggap tidak dapat memenuhi kewajibannya yang tercantum dalam perjanjian maka penyelesaiannya adalah melalui penyelesaian secara perdata bukan pidana," kata kuasa hukum terdakwa, Reza Isfadhilla Zen, Kamis (2/11/2023).
Baca Juga:Sidang Dugaan Kriminalisasi Pengusaha Solo Berlanjut, Ahli Hukum Tak Temukan Unsur Penipuan
Sementara itu, Mudzakkir mengatakan, dalam kasus tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus membuktikkan pembayaran yang sah baik itu melalui transfer ataupun cash senilai yang tercantum dalam PPJB saham senilai Rp100 juta. Kemudian harus ada bukti kwitansi yang ditandatangani basah dihadapan notaris.
"JPU kan mendasarkan tuntutan pada Pasal 372 KUHP mengenai kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) saham. Dan, terdakwa dianggap telah melakukan penggelapan saham milik pelapor. Itu harus dibuktikan. Jika tidak bisa dibuktikan, maka PPJB saham tersebut menjadi tidak sah," tegas dia.
Untuk dapat dikatakan sebagai seorang pemegang saham yang sah secara hukum, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia ini menjelaskan, harus ada tindak lanjut. Mulai dari dilakukannya PPJB saham maupun pembayaran atas nilai yang tercantum dalam PPJB tersebut. Selanjutnya, ditidaklanjuti dengan Akta Jual Beli Saham (AJB Saham).
"Kemudian, Akta Pernyataan RUPS dan terakhir harus dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM," jelas Mudzakkir.
Setelah Namanya tercatat di data Kementerian Hukum dan HAM, lanjut Mudzakkir, baru seseorang dianggap sah secara hukum sebagai seorang pemegang saham dan memiliki hak atas saham yang dimiliki. Selama belum ada proses tersebut, maka tidak bisa dikatakan adanya penggelapan. Apalagi, jika tidak ada pembayaran dari pembeli atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB tersebut.
Hal senada juga diungkapkan oleh ahli hukum perdata, Dr. Ahmad Redi, SH, MH dan ahli hukum pidana, Dr. Flora Dianti, SH, MH dalam persidangan sebelumnya yang menyatakan bahwa kasus itu bukanlah perbuatan kejahatan sebagaimana dimaksud Pasal 372 dan 378 KUHP. Melainkan ranah perdata.
Dalam perjalanan kasus tersebut, terungkap fakta bahwa pelapor tidak pernah melakukan pembayaran sama sekali atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB Saham. Fakta persidangan inilah yang membuat tim kuasa hukum terdakwa, memprotes keras dakwaan JPU.
Dengan tidak adanya unsur pidana dalam kasus tersebut, pihak terdakwa meminta supaya majelis hakim memutus bebas dengan berlandaskan pada kebenaran dan keadilan.