SuaraSurakarta.id - Kasus hepatitis akut menjadi masyarakat was-was di tengah terjadinya pandemi COVID-19. Lalu bagaimana cara mengantisipasinya?
Direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara dr. Agus Ujianto, Sp.B., M.Si.Med. mengajak masyarakat untuk menjadi patriot bersama-sama dengan pemerintah dalam upaya pencegahan kasus hepatitis akut.
"Selama ini pemerintah telah habis dana banyak untuk membiayai upaya kuratif saat pandemi COVID-19, sehingga seharusnya masyarakat membantu dengan upaya-upaya pencegahan melalui kegiatan promotif dan preventif," katanya Agus dikutip dari ANTARA, Jumat (6/5/2022).
Ia mengatakan pada masa penjajahan, seorang patriot mempertaruhkan jiwa raganya saat berperang melawan penjajah namun dalam peperangan melawan penyakit, seluruh manusia sejatinya merupakan patriot dengan unsur utama patriotnya adalah tenaga kesehatan.
Baca Juga:Kasus Hepatitis Akut Misterius Belum Ditemukan di Balikpapan
Menurut dia, penyakit infeksi pada manusia seperti hepatitis telah ada sejak dahulu dan lawannya adalah imunitas tubuh, baik yang diperoleh secara alami maupun dimasukkan ke dalam tubuh.
"Sebagaimana sel manusia berevolusi, berubah sesuai lingkungan, maka bakteri, virus, dan sebagainya juga berubah baik alami maupun rekayasa, karena penelitian, kemudian karena mikroskopis, maka bisa saja menular lewat vektor yang tidak kita ketahui," kata Wakil Ketua Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Pelayanan Kedokteran Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) itu.
Oleh karena penelitian manusia sering terlambat jika dibandingkan penyakit atau perubahan itu sendiri, kata dia, konsep dasarnya yang harus dipahami adalah tetap menjaga dan memroteksi diri.
Lebih lanjut, Agus mengatakan kebanyakan penularan virus hepatitis terjadi karena bersentuhan dengan berbagai cara, sehingga cara menghindarinya tetap menjaga 5M seperti dalam pencegahan COVID-19, yakni memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta mengurangi mobilitas.
Sebagai upaya untuk menangkal hepatitis, kata dia, masyarakat dapat meminum ramuan tradisional seperti campuran madu dan temulawak, jahe, kulit manggis, atau sari kurma yang bisa diperoleh di apotek maupun toko obat karena telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Baca Juga:Belum Ada Fakta yang Mendukung Long Covid Akibatkan Hepatitis Akut
"Masyarakat juga bisa meraciknya sendiri. Dengan mengonsumsi ramuan itu diharapkan livernya kuat melawan hepatitis yang memang melawan sel kupffer hati," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Pusat Perhimpunan Kedokteran Digital Terintegrasi (Perdigti) itu.
Ia juga mengimbau para orang tua untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak jajan sembarangan karena hepatitis akut tersebut banyak menyerang anak-anak.
Selain itu, kata dia, pemilik restoran maupun rumah/warung makan harus lebih higienis dalam mencuci peralatan makan dan sebagainya untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus hepatitis.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology).
Dalam surat edaran disebutkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya pada anak-anak usia 11 bulan sampai 5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh WHO, jumlah laporan terus bertambah dan tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. 17 anak di antaranya atau 10 persen memerlukan transplantasi hati dan satu kasus dilaporkan meninggal.
Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (penyakit kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.