SuaraSurakarta.id - Warga di sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karangannyar mengkuti festival tradisi long bumbung atau meriam dari bambu yang digelar di lapangan desa setempat, Kamis (1/4/2022) silam.
Selain untuk menjaga tradisi kearifan lokal, juga sebagai penanda masuknya bulan Ramadhan yang disambut dengan suka-cita warga setempat.
Suasana dilapangan Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karangannyar, saat itu dipenuhi peserta dari warga desa setempat yang membawa potongan bambu bambu besar untuk mengikuti tradisi long bumbung atau meriam bambu.
Kegiatan ini dikemas dalam festival long bumbung nasional yang diselenggarakan pengurus Masjid Al Furqon Gondosuli.
Baca Juga:Kasus Dugaan Korupsi BUMDes, Kades Berjo Karanganyar Kembali Diperiksa Kejari
Segala persiapanpun juga tengah dilakukan para masing masing peserta, mulai dari menyiapkan karbit, air, hingga memasukan potongan karbut kedalam long bumbung.
Suasana lapangan yang berada di kawasan pegunungan ini pun sangat meriah, suara dentuman dari bambu bambu besar itu menggelegar berkali kali.
Para peserta yang sebagian besar berusia remaja itu berulang kali dan saling sahut menyahut menyalakan long bumbung dengan bahan karbit itu.
Selain itu, tak jarang pula meriam mereka gagal mengeluarkan suara yang akhirnya hanya kepulan asap hitam yang keluar dari long bambu.
Tak hanya itu, para warga yang menonton ditepi lapangan kerap dibuat kaget dengan suara dentuman ketika mereka lengah.
Baca Juga:Didampingi Gibran dan Kaesang, Jokowi Antar Jenazah Paman ke Peristirahatan Terakhir di Karanganyar
Festival long bumbung ini diikuti 50 peserta perwakilan dari masjid maupun mushola yang berada di Karangannyar.
Sementara untuk masing masing peserta atau perwakilan dari kepemudaan masjid ini membawa lima hingga tiga belas long bumbung.
Beberapa peserta mengaku sangat senang dalam permainan ini. Meski sulutannya tidak berhasil membunyikan suara gelegar, namun mereka tetap suka cita karena dilakukan dengan bersama.
"Mengikuti lomba festival bumbung antar desa atau hanya di Kelurahan Gondosuli. Kita sebelumnya untuk persiapan dari Tlogo Dlingo sendiri mencari bambu sendiri, intinya tidak membeli peralatan," jelas Bes Haryanto, Warga Desa Dlingo saat berbincang dengan Suarasurakarta.id.
Sementara Bes dan timnya mengaku punya trik sendiri dalam pembuatan long bumbung agar membuahkan suara yang gelegar.
"Trik harus ada. Harusnya jangan sampai kelamaaan dalam pengisian karbit. Begitu diisi ditunggu lima puluh detik langsung dinyalain," ungkapnya.
Dari tim Tlogo Dlingo ini juga membawa 13 long bumbung. Dari bahan bambunya ini, mereka mengaku mencari sendiri di hutan bambu di daerahnya.
Long bumbung merupakan permainan tradisional dengan kearifan lokalnya yang biasa dimainkan anak anak di bulan Ramadhan tiba.
Hal tersebut dijelaskan Cak Roto, panitia festival long Bbumbung di sela- sela acara tersebut.
Dirinya dan beberapa panitia lain sengaja melakukan acara ini untuk menghidupkan kembali tradisi long bumbung, yang beberapa tahun terkahir mulai hilang di kalangan masyarakat.
Tujuan lainnya untuk meningkatkan semangat warga untuk menjalankan ibadah puasa.
"Alhamdulilah berjalan dengan baik dan sukses tidak ada halangan suatu apapun. Banyak peserta semua masjid mengirimkan delegasinya untuk mengikuti festival ini," tuturnya.
"Prinsipnya kita dalam suatu sebuah Hadits ketika barang siapa yang menyambut bulan Ramadhan dengan suka cita maka mereka dijauhkan dari api neraka," tambah dia.
Kontributor : Budi Kusumo