Cerita Warga Kampung Girpasang Klaten: Dulu Naik Turun Jurang dengan 1.001 Tangga, Kini Nikmati Jembatan Gantung

Di Kampung Girpasang hanya memiliki 22 Kepala Keluarga (KK) dengan 35 jiwa dan sembilan rumah.

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 27 Februari 2022 | 17:34 WIB
Cerita Warga Kampung Girpasang Klaten: Dulu Naik Turun Jurang dengan 1.001 Tangga, Kini Nikmati Jembatan Gantung
Kampung Girpasang Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Girpasang merupakan salah satu kampung yang berada di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Lokasi Kampung Girpasang sendiri berada di lereng Gunung Merapi.

Di Kampung Girpasang hanya memiliki 22 Kepala Keluarga (KK) dengan 35 jiwa dan sembilan rumah. Jumlah tersebut masuk dalam satu RT, yakni RT 03 RW 07.

Mereka tinggal di Kampung Girpasang sudah dilakukan secara turun temurun selama ratusan tahun hingga saat ini.

Selama ratusan tahun, warga Girpasang harus hidup terisolasi. Karena lokasi Kampung Girpasang sendiri letaknya di antara jurang sedalam sekitar 150 meter, sehingga saat warga ingin ke desa sebelah, kota, atau pasar harus melewati jurang dengan 1.001 tangga.

Baca Juga:Rumah hingga Kandang Sapi Terkena Proyek Tol Solo-Jogja, Mbak Tantri Mendadak Jadi Miliader Muda

Namun, sekarang oleh Pemerintah Pusat dibuatkan jembatan gantung dengan panjang 120 meter dan lebar 1,8 meter sebagai akses warga Girpasang.

"Dulu kalau kemana-mana harus naik turun jurang. Ada 1.001 tangga yang dibuat warga sebagai akses jalan," ujar tokoh masyarakat Kampung Girpasang, Giyanto saat ditemui Suarasurakarta.id, Minggu (27/2/2022).

Untuk jarak yang ditempuh melewati 1.001 tangga sekitar 30 menit, setelah ada jembatan gantung 5 menit sudah samper seberang. 

Giyanto mengakui, selamat ratusan warga Girpasang merasa rekoso karena tidak bisa kemana-mana. 

Apalagi saat ada panen hasil bumi, seperti loncang, kol, dan cabai atau menjual hewan ternak seperti Sapi dan Kambing susah.

Baca Juga:BPPTKG Sebut Aktivitas Gempa Gunung Merapi Pekan Ini Masih Tinggi

"Wong mriki rekosone ngempet, arep metu ngeh rekoso. Mau jual beli hewan ternak sulit harus naik turun jurang dengan jarak sekitar 3 km," katanya.

Kalau ada panen hasil bumi dan dibawa ke pasar warga minta tolong ke warga lain ikut membantu manggul atau membawa hasil bumi ke seberang.

Kampung Girpasang Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. [Suara.com/Ari Welianto]
Kampung Girpasang Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. [Suara.com/Ari Welianto]

Saat ada warga sakit dan akan melahirkan pun susah, karena harus melewati jurang dengan 1001 tangga kalau mau berobat ke puskesmas atau rumah sakit.

Apalagi kalau malam hari atau pas hujan turun, pastinya itu membahayakan. "Waktu istri saya mau melahirkan, saya tandu dengan warga lain. Jadi susah sekali aksesnya," imbuhnya.

Sebelum ada jembatan gantung untuk akses, warga membuat gondolan barang. Tapi gondolan itu bukan untuk askes warga tapi buat hasil bumi atau hewan ternak. 

"Saya perintis seling atau gondolan pertama tahun 2016 lalu. Awalnya manual sekarang dioperasikan lewat motor. Itu buat membawa hasil bumi bukan untuk warga," ucap dia. 

Perubahan Signifikan

Adanya jembatan gantung ini dampaknya sangat membawa perubahan yang signifikan bagi warga Kampung Girpasang.

Karena dulu jika tiap atau sore itu sepi tidak ada teman atau orang datang ke sini, sekarang banyak didatangi orang-orang dari berbagai daerah setiap harinya. 

"Membawa berkah pastinya bagi warga Girpasang, mau kapan pun baik itu malam hari atau ada keperluan mendadak bisa cepat," sambung dia. 

Jembatan ini merupakan usulan dari warga ke pemerintah agar dibuatkan akses. Usulannya itu sudah lama sekitar 2001 tapi baru terealisasi sekarang.

"Jadi yang dikeluhkan warga itu tidak adanya akses yang memudahkan warga. Adanya akses darurat harus naik turun jurang. Warga sangat berterima kasih kepada pemerintah baik daerah dan pusat yang telah membangun jembatan gantung," paparnya.

Buka Warung Kopi Bareng

Setelah adanya jembatan gantung dan banyak orang-orang dari berbagai daerah, banyak warga yang bukan warung di rumahnya. Bahkan ada warga 12 KK yang bikin warung kopi bareng-bareng namanya Omah Kopi Girpasang. 

Kalau warung-warung yang dibawah itu bukan dari warga Girpasang, tapi warga lain yang menyewa lahan untuk buat warung.

"Omah Kopi itu dibuat dan dikelola oleh warga 12 KK. Ini gerakan bareng-bareng, tujuannya  biar rukun dan yang jaga ganti-ganti atau shift," tuturnya. 

Untuk hasilnya nanti dibagi, setiap satu minggu ada pertemuan untuk membahas kedepannya. Dalam pertemuan tersebut dihitung juga hasilnya berapa, nanti buat pengembangan lain. 

"Satu hari pas hari minggu, bisa dapat Rp 5 juta. Kalau hari-hari biasa tidak menentu tergantung pengunjung yang datang," terang dia. 

Jualannya itu hasil bumi yang ada di Kampung Girpasang, seperti kopi, sego jagung, talas goreng, atau telo goreng. Harganya pun tidak dijual malah, karena ini untuk wisata juga. 

"Kita buka pas ada jembatan gantung ini. Kedepan itu Kampung Girpasang akan kita kembangkan untuk kampung wisata, saat ini baru ditata," tandasnya. 

Sebenarnya jembatan gantung itu untuk akses warga bukan buat wisata. Ternyata banyak orang-orang luar itu datang, mencoba lewat jembatan dan datang ke Kampung Girpasang. 

"Sebenarnya buat akses warga, tapi sekarang jadi viral dan jadi lokasi wisata," pungkas dia. 

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak