SuaraSurakarta.id - Wali Kota Solo Gibran Rakubuming Raka memastikan vaksin Booster akan mulai diberikan pada pekan depan. Gibran menyebut sasaran vaksin booster akan diutamakan guru dan pedagang.
“Sudah kita jadwalkan, vaksin Booster di Solo akan dimulai pekan depan,” ujar Wali Kota Solo Gibran dikutip dari Timlo.net Jumat (7/1/2022).
Suami Selvi Ananda ini mengatakan Pemkot Solo pun mulai menyiapkan segala sesuatunya termasuk sasaran vaksinasi booster di Solo menyasar utama pada ribuan guru dan pedagang. Untuk vaksin booster diberikan secara gratis.
“Vaksin ini gratis. Ribuan dosis juga sudah kita siapkan,” katanya.
Baca Juga:Tingkatkan Imunitas Tubuh, Pemerintah Ajak Masyarakat Melakukan Vaksinasi Booster
Ia mengatakan untuk sasaran vaksinasi booster di Solo sudah dipetakan salah satu diantaranya pedagang dan tenaga pendidik atau guru. Kedua sasaran ini dirasa penting karena bagian dari pemulihan ekonomi dan pendidikan.
“Bisa juga pedagang dapat duluan. Guru-guru juga perlu booster juga karena mengajar ketemu banyak siswa,” ucap dia.
Perhatikan kondisi individu
Pakar kesehatan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dr Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK, PhD menyebutkan bahwa pemberian vaksin "booster" (penguat) untuk COVID-19 harus memerhatikan kondisi individu.
"Secara ilmiah kapan seseorang perlu booster, mestinya perlu tes dulu. Apakah orang tersebut antibodinya turun berapa, tetapi saat ini kita belum berada pada titik orang per orang berapa antibodi yang dimiliki, maka lebih dikedepankan masa waktunya," kata Staf Pengajar Patologi Klinik Fakultas Kedokteran (FK) UNS dikutip dari ANTARA di Solo, Jawa Tengah, Jumat (7/1/2022).
Baca Juga:Operasional Mobil Listrik Wisata Solo Dikritik, Gibran Beri Jawaban Menohok
Jika pemerintah mengatakan suntikan booster atau tambahan ini diberikan setelah enam bulan dari suntikan kedua, ia mendorong suntikan bisa diberikan 12 bulan setelah suntikan kedua.
"Kami mendorong waktunya 12 bulan lebih rasional," katanya.
Termasuk pemberian booster untuk penyintas, kata dia, secara ilmiah seharusnya memperhatikan antibodi masing-masing individu.
"Penyintas kan jumlah virusnya beda, gejala beda, antibodi yang terbentuk juga variatif. Ada penyintas yang antibodinya tinggi, ada yang rendah. Khususnya yang tanpa gejala antibodi cenderung rendah," katanya.
Ia mengatakan individu dengan imunitas terkuat adalah orang yang pernah divaksin dan pernah terinfeksi karena memiliki antibodi ganda.
"Kalau saya ditanya apakah booster harus diberikan kepada penyintas, saya katakan tidak harus. Namun kalau ditanya perlu atau tidaknya kita lihat kasus per kasus," katanya.
Bahkan, dikatakannya, booster bukan merupakan suatu keharusan.
"Saya lebih suka menyebut ini pilihan opsional, karena sebagian booster kan ada yang berbayar, sebagian lagi dari pemerintah," katanya.
Di sisi lain, kata dia, yang justru harus segera diselesaikan adalah pemberian vaksin dosis satu dan dua untuk sebagian masyarakat yang hingga saat ini belum tersentuh oleh imunisasi tersebut.
"Menutup tahun 2021 ada 41,82 persen penduduk tervaksinasi lengkap dan 19 persen baru dapat satu dosis. Oleh karena itu, ada 39-40 persen yang belum tervaksin sama sekali. Ini harus segera divaksin. Kalau booster untuk antisipasi yang sudah divaksin lama," demikian Tonang Dwi Ardyanto .