SuaraSurakarta.id - Pemerintah Kota Solo kembali kalah dalam kasus sengketa lahan Sriwedari. Banding yang dilakukan terkait sengketa kembali ditolak oleh Pengadilan Tinggi (PT) Semarang.
Majelis Hakim PT Semarang yang diketahui Murdiyono melalui putusan No: 468/Pdt/2021/PT.SMG tanggal 8 Desember 2021 kembaIi menolak gugatan perlawanan Pemkot Surakarta dalam sengketa Sriwedari melawan ahli waris RMT Wirjodiningrat.
Gugatan yang diajukan oleh FX Hadi Rudyatmo melalui Pengadilan Negeri Surakarta No: 247/Pdt.G/2021/PB.Skt tersebut adalah perlawanan atas sita eksekusi yang telah dilaksanakan oleh PN Surakarta tanggal 15 November 2018 No:10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. terhadap tanah Sriwedari seluas 10 hektar.
Alasan perlawanan Pemkot pada waktu itu adalah karena Pemkot masih memegang 4 buah sertifikat yang sah, yakni SHP No 26, SHP No 46, SHP No 40, dan SHP No 41 a/n Pemkot dan belum dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca Juga:CEK FAKTA: Wali Kota Solo Borong Saham Rp 92,2 Miliar dan Asal Duit Tak Jelas, Benarkah?
Selain itu perlawanan yang dilakukan Pemkot karena putusan yang dieksekusi melebihi gugatan ahli waris, yakni tanah waris 3,4 hektar, sedangkan putusannya 10 hektar (ultra petita) dan tanah tersebut saat telah menjadi milik publik.
Kuasa Hukum Ahli Waris Anwar Rachman mengatakan ini merupakan kekalahan yang ke-16 bagi Pemkot dengan skor 16:0.
Menurutnya, sebenarnya gugatan Pemkot tidak ada pengaruhnya terhadap putusan kepemilikan dan penguasaan tanah Sriwedari.
Karena putusannya telah berkuatan hukum tetap dan mengikat, semua upaya hukum telah tertutup atau habis.
"Saya sudah menerima surat tembusan dari PT Semarang No:W.12.U/4026/HK.02/12/2021 tanggal 8 Desember 2021 yang menyatakan permohonan banding Pemkot telah diputus kalah oleh PT," terang dia.
Baca Juga:Siap-siap! Nekat Gelar Pesta Saat Malam Tahun Baru, Pemkot Solo akan Lakukan Swab Massal
Saat disinggung soal 4 buah SHP No:26, SHP No46, SHP No:40 dan SHP No:41 a/n Pemkot, bahwa sertipikat aspal tersebut hasil kerja oknum BPN yang menjadi jaringan mafia tanah dan sertifikat.
Lanjut dia, itu batal demi hukum. Karena 4 SHP tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni putusan No:3000-K/Sip/1981 dan No:125-K/TUN/2004 serta No:3249-K/Pdt/2012.
Bahkan ada yang diterbitkan setelah Pemkot ditegur pengadilan dan setelah tanah disita pengadilan.
"Ahli waris mendukung langkah satgas mafia tanah yang mengusut tuntas masalah tersebut," katanya.
Maka dengan itu eksekusi pengosongan paksa yang terhenti karena pandemi Covid-19 bisa dilanjutkan lagi setelah libur Natal dan Tahun Baru.
Dalam pengosongan nanti bisa melibatkan kekuatan penuh aparat keamanan sesuai perintah pengadilan.
Kontributor : Ari Welianto