SuaraSurakarta.id - Penemuan bulus berukuran jumbo di sekitar terowongan Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, mengehebohkan warga setempat.
Bulus berbobot 20 kilogram yang ditemukan di Klaten itu diperkirakan berusia sekitar 100 tahun.
Bulus tersebut ditemukan di saluran bekas embung Sabrang Lor yang sedang direvitalisasi sebagai pemancingan dan sentra kuliner pada Senin (6/9/2021).
Saat ditemukan bulus tersebut dalam kondisi sudah mati dan sempat hendak disembelih untuk disantap warga. Namun hal itu urung dilakukan.
Baca Juga:Ngenes! Siswa di Klaten Tak Punya Smartphone, Terpaksa Harus Belajar di Sekolah
“Saat pengerukan, ditemukan bulus yang sudah mati. Rencananya, bulus itu akan diawetkan lalu digunakan sebagai pelengkap wisata [dipajang di kompleks pemancingan dan kuliner di Sabrang Lor, Trucuk]. Istilahnya sebagai penanda bahwa di lokasi ini pernah ada bulusnya,” kata Penjabat (Pj) Kepala Desa (Kades) Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Budi Andriyanto dikutip dari Solopos.com Kamis (9/9/2021).
Dihimpun dari berbagai sumber, Selasa (7/9/2021), bulus merupakan jenis kura-kura berpunggung lunak yang hidup tersebar luas di Asia Tenggara. Di Indonesia, bulus biasa didapati di perairan Sumatra, Jawa, Kalimantan, Lombok, dan Sulawesi.
Hewan ini biasanya hidup di perairan yang tenang dan berarus lambat seperti di sungai, danau, maupun kolam. Bulus memangsa ikan dan hewan kecil lainnya dan biasa bersembunyi di lumpur.
Bulus berukuran jumbo yang ditemukan warga di sekitar terowongan kuno di Dusun Samber, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, diperkirakan berusia 100 tahun.
Salah seorang warga setempat, Fajar Ari Widodo, mengatakan bulus itu panjangnya 80 cm dan lebar 36 cm dengan berat sekitar 20 kg. Jika dilihat dari bentuknya, bulus itu termasuk jenis kura-kura air tawar biasa yang disebut lab-labi dengan nama latin Amyda cartilaginea.
Baca Juga:Ya Ampun! Selain Pandemi Covid-19, Sejumlah Desa di Klaten Dilanda Kekeringan
Bulus Jumbo Langka
Bulus jumbo di Klaten itu sangat umum ditemukan di Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Sayangnya, kini populasi bulus menurun karena diburu untuk dikonsumsi dagingnya.
Dihimpun dari berbagai sumber, habitat asli bulus adalah di sungai atau perairan yang agak dalam dengan aliran tenang. Hewan yang satu ini sangat suka bersembunyi di lumpur.
Bulus termasuk jenis hewan yang berumur panjang. Usia seekor bulus bisa mencapai puluhan tahun. Bulus dapat tumbuh besar dengan ukuran panjang tubuh maksimal 83 cm. Seiring dengan pertambahan usia, cangkang bulus mengalami perubahan.
Bulus berusia remaja memiliki cangkang berwena cokelat kehijauan dengan bintik kuning dan hitam. Sementara jika sudah tua, cangkang bulus akan semakin halus.
Dikutip dari situs kkp.go.id, siklus hidup bulus atau labi-labi sama dengan reptil lainnya, yakni dari telur menetas menjadi larva, kemudian berubah menjadi tukik, selanjutnya menjadi labi-labi remaja, dewasa dan kemudian melakukan perkawinan serta menetaskan telur untuk melanjutkan keturunannya.
Hampir seluruh siklus hidup labi-labi berada di air tawar, kecuali pada saat akan bertelur, labi-labi akan naik ke darat. Labi-labi bisa hidup pada iklim yang berbeda, dari musim panas, dingin, semi, hingga musim gugur.
Bulus termasuk hewan berdarah dingin (Poikilotherm), yang artinya suhu tubuhnya tidak tetap, namun berubah-ubah mengikuti suhu lingkungan di sekitarnya. Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas hewan ini. Pada suhu yang tinggi, labi-labi bersifat lebih aktif dan sebaliknya, pada suhu rendah bersifat kurang aktif.
Bulus lebih senang hidup di perairan yang tergenang dengan dasar perairan berpasir dan sedikit berlumpur. Kebiasaan hidupnya tinggal di dasar perairan, kadang-kadang menampakan diri di atas batu-batuan atau bagian yang tidak terendam air untuk berjemur.
Bulus pada umumnya memiliki warna abu-abu kehitaman seperti lumpur. Kadang-kadang terdapat satu atau dua pasang bentuk bundar warna hitam di kiri dan kanan punggungnya. Bagian plastron atau sisi bawah labi-labi pada umumnya berwarna putih pucat sampai kemerahan.
Hewan ini tidak bergigi, tetapi rahangnya sangat kuat dan tajam. Kulit tertutup oleh perisai yang berasal dari lapisan epidermis berupa zat tanduk.
Masyarakat Indonesia umumnya memburu bulus untuk dimakan dagingnya. Namun ada juga beberapa masyarakat yang percaya bahwa bulus merupakan hewan keramat yang hidup di lokasi tertentu.