
Motif batik ini didapatkan dari flora atau tanaman yang tumbuh di sekitar masyarakat tinggal.
Presiden juga mengenakan tas yang disebut "koja" atau "jarog". Tas ini menjadi benda yang tidak terpisahkan dari Suku Baduy luar, berfungsi sebagai tempat menyimpan perlengkapan yang mereka butuhkan.
Sebagai alas kaki, Presiden mengenakan sendal tali. Pada masyarakat Baduy, sendal ini biasanya terbuat dari tanaman eceng gondok, pelepah pisang atau memanfaatkan tumbuhan yang mereka tanam atau ada di sekitar mereka.
Berbicara kesan, Lisa berpendapat, wibawa Presiden terpancar melalui busana ini. Beliau juga tampak nyaman dengan rancangan yang sederhana namun memiliki makna cukup dalam.
Baca Juga:Ini Target Asumsi Makro Pemerintah di 2022
"Wibawa bapak luar biasa, jadi dengan begini terlihat lebih sakral. Sampai merinding. Kesederhanaan itu membuat bapak jadi lebih religius. Dari sisi spiritual bisa terlihat kharismanya," kata dia.
Pesan melalui busana
Ini bukan kali pertama Presiden mengenakan busana adat suku bangsa di Indonesia saat menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI.
Setahun lalu, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Sabu dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan nuansa berwarna emas dan hitam untuk kemeja dan celana. Warna senada juga digunakan untuk ikat kepala.
Lisa menilai kala itu penampilan Presiden terlihat berkharisma dan gagah. Pemilihan dasar warna dan motif membuat busana beliau tampak mewah dengan cara pakai yang tetap patuh pada pakem.
Baca Juga:RAPBN 2022, Jokowi Akan Fokus ke 6 Hal Ini
Sementara pada tahun 2019, Presiden menggunakan setelan jas biru berpadu dasi merah dan peci hitam saat berpidato di Sidang Tahunan MPR, lalu beliau mengganti busananya dengan baju adat Sasak, Nusa Tenggara Barat (NTB) atau disebut pegon saat Sidang Bersama DPR-DPD.