SuaraSurakarta.id - Praktik prostitusi online di Kota Solo terus dipersempit ruang geraknya. Terbaru, pihak kepolisia meminta pengelola hotel atau losmen untuk tidak memberi ruang para pelaku prostitusi online.
Dilansir dari Solopos.com, Kapolresta Solo Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak memperingatkan pengelola hotel, losmen, maupun wisma untuk tidak memberi ruang bagi praktik prostitusi online.
Kapolresta mengingatkan pemberian ruang atau memudahkan praktik prostitusi online dapat dijerat dengan hukum pidana.
Kapolresta Solo menyebut dalam menjalankan program pemberantasan pekat khususnya praktik prostitusi setiap penyelidikan kerap menggunakan jasa losmen, hotel, atau wisma. Ia mengaku sudah memetakan lokasi-lokasi yang kerap atau dapat digunakan sebagai praktik prostitusi.
Baca Juga:Wali Kota Solo Gibran Antusias Tatap Laga Pembuka Piala Menpora 2021
“Saya warning, agar pengelola hotel, wisma, losmen agar tidak memberi ruang dan kesempatan bagi praktik prostitusi di lokasinya. Barang siapa yang membantu dan memudahkan dapat dijerat pasal memudahkan prostitusi,” tegas dia kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).
Dalam undang-undang, Pasal 296 KUHP diatur tentang Prostitusi menyebutkan barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Lalu, dalam Pasal 506 KUHP menyebutkan barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
PHRI
Sebelumnya, Ketua Bidang Humas dan Promosi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, Sistho A Sreshtho, meyakini setiap perhotelan telah memiliki prosedur tersendiri dalam mencegah praktik perdanganan orang. Termasuk, peraturan pemerintah daerah juga telah mengatur itu.
Baca Juga:Terinspirasi Film Porno, Warga Pasuruan Bisnis Kencan Threesome Rp 300 Ribu
Sehingga, PHRI tentunya harus menjalankan aturan itu. Menurutnya, prosedur di setiap hotel dalam mencegah perdagangan orang harus dijalankan secara konsisten.
Pengelola hotel juga harus mengupdate peraturan pemerintah terbaru berkaitan dengan prostitusi dan perdagangan orang.
Sistho menambahkan petugas hotel harus jeli, mencermati tamu, tidak asal menerima, tentunya praktik prostitusi tidak akan terjadi. Ia menyebut hotel-hotel kecil pun juga telah memasang tulisan sederhana pencegahan prostitusi. Artinya, aturan pencegahan prostitusi itu sudah ada.
Ia meyakini frontliner telah memahami dugaan prostitusi. Para staf hotel juga memerlukan pelatihan agar lebih mencermati pindahnya praktik prostitusi ke sistem online. Ia menambahkan petugas hotel harus jeli, mencermati tamu, tidak asal menerima, tentunya praktik prostitusi tidak akan terjadi.
Sistho menyebut hotel-hotel kecil pun juga telah memasang tulisan sederhana pencegahan prostitusi. Artinya, aturan pencegahan prostitusi itu sudah ada. Ia meyakini frontliner telah memahami dugaan prostitusi. Para staf hotel juga memerlukan pelatihan agar lebih mencermati pindahnya praktik prostitusi ke sistem online.
Menurutnya, PHRI tidak menginginkan adanya praktik prostitusi dan perdagangan orang. Hal itu juga untuk menjauhkan pandangan negatif Kota Solo serta menciptakan kondusivitas Kota Solo. Menurutnya, pemberantasan praktik prostitusi untuk kebaikan bersama.
“Kalau ada aturan terbaru silakan disampaikan, kami sangat mendukung. Kalau perlu ada pengumuman tentang pencegahan praktik prostitusi di seluruh hotel,” ucap Sistho.