Kelenteng Tien Kwok Sie dan Saksi Bisu Masyarakat Tionghoa di 8 Rezim

13 Maret1966, banjir bandang menggulung Kota Surakarta. Tugu jam Pasar Gedhe hanya terlihat dua pasang mata setinggi20sentimeter, sedangkan kelenteng rusak parah.

Ronald Seger Prabowo
Rabu, 03 Februari 2021 | 12:13 WIB
Kelenteng Tien Kwok Sie dan Saksi Bisu Masyarakat Tionghoa di 8 Rezim
Kelenteng Tien Kwok Sie Solo saksi bisu masyarakat Tionghoa di 8 rezim.[Suara.com/R Augustino]

Masa peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, tepatnya 13 Maret 1966, banjir bandang menggulung Kota Surakarta.

Tugu jam Pasar Gedhe hanya terlihat oleh dua pasang mata setinggi 20 cm, sedangkan kelenteng rusak parah dan kehilangan seluruh dokumen-dokumen penting. 

“Itu adalah kejadian paling kelam yang pernah kami alami. Semua dokumen musnah dan untuk kembali membuat dokumen-dokumen itu tdak mudah,” ungkap Sumantri.

Dinamika peribadatan masyarakat Tionghoa di Surakarta terus berlanjut di Era Orde Baru. Isu penutupan kelenteng santer terdengar membuat para umat Budha, Konghuchu dan Tao biasa yang datang untuk beribadah menjadi takut dan sering beralasan yang cenderung bersifat politis.

Baca Juga:Jelang Imlek, Pedagang Pohon Jeruk Kim Kit Mulai Berjualan

Tahun 1998, saat Solo menjadi salah satu kota yang disorot karena adanya pergolakan politik nasional sehingga menyebebkan kerusuhan terjadi hamper di seluruh Indonesia, Kelenteng Tien Kwok Sie tak mengalami gangguan apapun.

“Saat Orde Baru berkuasa relative tidak terkendala. Cuma ada isu yang santer terdengar Kelenteng mau ditutup. Namun Pak Harto tidak berkenan, tempat ibadah gak boleh ditutup. Ketika Orde Baru digulingkan tahun 1998 kita tak mendapat gangguan apapun,” terangnya.

Pasca Orde Baru hingga tahun 2021, dimulai dari kepemimpinan Presiden Habibi seluruh hak masyarakat Tionghoa sebagai WNI mulai sedikit demi sedikit dipulihkan. Begitu pula dengan hak-hak sipil umat agama Khonghucu.

“Dulu kalau kita mau melaksanakan upacara dan pencatatan sipil tidak gampang. Kalau sekarang umat mau menikah dengan upacara di kelenteng diperbolehkan. Jadi keadaan sekarang relatif lebih baik buat kita masyarakat Tionghoa,” pungkas Sumantri.

Kontributor: R Augustino

Baca Juga:Pria Ini Dicoret dari Kartu Keluarga, Gegara Dianggap Menyusahkan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini