Bernadette Sariyem
Selasa, 25 November 2025 | 12:18 WIB
Soerabaijasch Handelsblad, Edisi Jumat 13 September 1889. [delpher.nl]
Baca 10 detik
  • Yoedo Prawiro, agen polisi rahasia di Vorstenlanden (1889),  berkolusi menjual barang curian.
  • Setelah menjalani hukuman lima tahun kerja paksa, Prawiro diangkat kembali sebagai mata-mata.
  • Pengkhianatan salah satu kaki tangan memicu gelombang perampokan baru.

SuaraSurakarta.id - Sejarah sering kali berulang, namun terkadang sejarah juga menyajikan lelucon gelap yang sulit dinalar akal sehat.

Sebuah laporan yang terdengar lucu, tapi nyata, pernah mengguncang wilayah Vorstenlanden, sebutan untuk wilayah kerajaan Surakarta dan Yogyakarta pada akhir abad ke-19.

Ini adalah kisah tentang penegak hukum yang justru menjadi pelanggar hukum paling licin.

Kisah seorang polisi yang tertangkap dan dijatuhi hukuman oleh kepolisian setelah dinyatakan bersalah karena menadah barang curian.

Tokoh utama dalam dagelan hukum masa kolonial ini adalah Yoedo Prawiro.

Namanya abadi dalam catatan kelam yang ditulis oleh Redaksi surat kabar Soerabaijasch Handelsblad, bertarikh Vrijdag (Jumat), 13 September 1889.

Laporan reportase berjudul Het Ketjoe-wezen in de Vorstenlanden (Peristiwa Ketjoe di Tanah Kerajaan) itu bermula dengan premis yang sebenarnya mulia.

Dikisahkan bahwa pada saat Raden Mas Tumenggung Mangoen Koesoemo diangkat sebagai administratur nasional sekaligus bupati Klaten, ia membutuhkan "mata" dan "telinga" di lapangan.

Ia menunjuk Yoedo Prawiro sebagai agen polisi rahasia yang bertugas sebagai telik sandi.

Baca Juga: 4 Link DANA Kaget Spesial Warga Solo, Rejeki Nomplok hingga Rp149 Ribu

Tugas utamanya terdengar gagah: mengungkap pesta-pesta kecu atau para maling, yang meresahkan banyak warga.

Pada masa itu, orang kaya di sepanjang Vorstenlanden atau Klaten kerap kali menjadi mangsa empuk para kecu.

Yoedo Prawiro yang diberi tugas sebagai mata-mata sebagai agen polisi rahasia pada saat Raden Mas Tumenggung Mangoen Koesoemo menjabat, justru melihat "peluang bisnis" di balik lencananya.

Alih-alih memberantas kejahatan, ia malah memanajemennya. Sekali waktu, ia berhasil menemukan sebuah pesta para kecu.

Namun, bukannya melapor ke atasan untuk penyergapan, ia justru tergiur dengan kilau harta hasil jarahan.

Yoedo Prawiro menuruti akal bulusnya dengan memilih berkolusi dengan para maling. Sebuah simbiosis parasitisme pun terjalin: tiap kali para maling berhasil mencuri sejumlah barang berharga dari para orang-orang kaya, segera saja mereka memberikannya pada sang polisi rahasia.

Load More