SuaraSurakarta.id - Bulan Ramadan 1446 Hijriah sebentar lagi akan tiba, disambut dengan penuh suka cita oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Bulan suci yang penuh berkah ini menjadi momen untuk meningkatkan ibadah, memperkuat keimanan, dan memperbaiki diri.
Di Indonesia, persiapan menyambut Ramadhan tidak hanya sebatas mempersiapkan fisik dan mental, tetapi juga diwarnai dengan berbagai tradisi yang telah mengakar dalam budaya masyarakat.
Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah nyekar, yaitu ziarah kubur untuk mendoakan leluhur yang telah wafat.
Baca Juga: Meriahnya Tradisi Buka Luwur di Lereng Merbabu, Ribuan Warga Berebut Berkah!
Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan sekaligus pengingat akan kehidupan akhirat, menjadikannya bagian penting dalam rangkaian persiapan spiritual sebelum menjalankan ibadah puasa. Mari mengenal lebih dekat mengenai tradisi nyekar ini.
Sejarah Tradisi Nyekar
Tradisi ziarah kubur sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Islam masuk ke Nusantara. Pada masa awal Islam, Rasulullah SAW sempat melarang praktik ziarah kubur karena khawatir umatnya akan terjerumus dalam kesyirikan.
Namun, setelah pemahaman keimanan umat semakin kuat, beliau kemudian memperbolehkan dan menganjurkannya sebagai sarana untuk mengingat kehidupan akhirat.
Seiring waktu, tradisi ini berkembang di Indonesia seiring masuknya ajaran Islam. Para wali songo memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam dengan cara yang bijak, yaitu dengan memadukan nilai-nilai Islam dengan tradisi lokal. Salah satu bentuk tradisi yang muncul adalah Nyadran, yang umumnya dilakukan pada hari ke-10 bulan Rajab atau awal bulan Syaban.
Baca Juga: Tradisi dan Modernisasi Bersatu, Cara Keraton Solo Merangkul Era Baru
Saat ini, tradisi Nyekar atau Nyadran menjelang bulan puasa telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam menyambut Ramadhan. Masyarakat tidak hanya mengunjungi makam, tetapi juga membersihkannya, menaburkan bunga, dan mendoakan para leluhur yang telah wafat.
Landasan Hukum dalam Islam
Dalam Islam, ziarah kubur memiliki dasar hukum yang jelas. Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menjelaskan bahwa ziarah kubur, terutama ke makam orang tua, memiliki keutamaan yang besar.
Barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya pada hari Jumat, maka dosa-dosanya akan diampuni dan ia akan dicatat sebagai anak yang berbakti.
Namun, terdapat ketentuan khusus terkait ziarah kubur bagi wanita. Dalam kitab I'anatut Thalibin, disebutkan bahwa hukum ziarah kubur bagi wanita adalah makruh. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran akan timbulnya kesedihan yang berlebihan, yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Makna dan Nilai Spiritual Nyekar Sebelum Puasa
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Telat Gabung Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Rp31,29 Miliar Dicoret Kluivert Lawan China
- 7 Pilihan Mobil Bekas Murah di Bawah Rp30 Juta, Barang Lawas Performa Tetap Berkelas
- Kontroversi Bojan Hodak di Kroasia, Sebut Persib Bandung Hanya Tim Papan Bawah
- 7 HP Murah dengan Kamera Jernih: Senjata Andalan Para Content Creator
- Stefano Lilipaly Hattrick ke Gawang Emil Audero, Wajib Masuk Skuad Utama?
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Erick Thohir Mendadak Tinggalkan Kongres PSSI, Ada Apa?
-
5 Rekomendasi Mobil Tangguh dan Murah, Cocok Buat Pemula yang Baru Belajar Nyetir!
-
7 Rekomendasi Skincare Terbaik untuk Pria Juni 2025, Harga Mulai Rp 8 Ribuan dan Wajah Makin Cerah!
-
Prediksi Timnas Indonesia vs China: Momen Sempurna untuk Menang, Garuda!
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 128 GB, Terbaik Juni 2025
Terkini
-
Pimpin Kota Solo, Respati Ardi Akui Disemangati Luhut Binsar Pandjaitan
-
Respati Ardi Tegaskan Tak Tergiur Mitos Kursi Gubernur-Presiden, Fokus di Solo!
-
Senkom Mitra Polri Temui Gibran, Bahas Ketahanan Pangan hingga Teknologi Komunikasi
-
Kejari Karanganyar Kembali Tetapkan Dua Tersangka Korupsi Alat Kesehatan
-
Tewaskan Satu Orang, Ini Kronologi Kecelakaan Maut di Matesih Karanganyar