SuaraSurakarta.id - Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat atau GPIB Penabur Solo merupakan salah satu gereja tertua di Kota Solo.
GPIB Penabur, yang lokasinya berada di Jalan Jenderal Sudirman atau di depan Benteng Vastenburg dan pemukiman warga Eropa di Loji Wetan ini dibangun tahun 1832 pada pemerintah Hindia Belanda atau selesai Perang Jawa 1825-1830.
Dulu GPIB Penabur bernama Indische Kerk atau Solo Gere Former Dekerk. Gereja ini bisa dikatakan merupakan gereja pertama di Kota Solo.
Meski sudah berusia 192 tahun, namun GPIB Penabur baru dinyatakan sebagai Cagar Budaya tingkat kota pada 2024 ini. Untuk pengajuan sebagai cagar budaya tahun 2017 lalu.
Baca Juga: Sindiran Pedas Usai RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Eks Legislatif Buka Suara
"Gereja ini dibangun 1832," terang Sekretaris Panitia Pembangunan Perbaikan Atap Gereja, Neftali Saekoko saat ditemui, Jumat (6/12/2024).
Menurutnya gereja ini dibangun masa Pemerintah Hindia Belanda dan dipakai untuk beribadah para tentara Belanda yang ada di Benteng Vastenburg.
Pada masa itu dirasa kondisi sekitar sudah cukup aman, kemudian dibangun gereja untuk tempat beribadah. Sebelum gereja ini dibangun, ibadah orang-orang Eropa dilaksanakan di dalam benteng.
"Yang pertama beribadah di sini itu para tentara Belanda dan keluarga yang bertempat tinggal di dalam Benteng Vastenburg. Jadi ini dibangun saat Pemerintah Hindia Belanda sudah merasa aman kondisi di luar benteng," katanya.
Kemudian tahun berjalan tidak hanya tentara Belanda dan keluarga yang beribadah di geraja ini tapi juga masyarakat sekitar. Bahkan jemaah gereja lain juga ikut beribadah di gereja sini, mereka pinjam gereja buat beribadah.
Baca Juga: Astaga! RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Dampak Polemik PDIP vs KIM Plus?
"Lama-lama masyarakat sekitar juga ikut beribadah di gereja ini hingga sekarang," sambung dia.
Banjir Kota Solo
GPIB Penabur ini selain untuk peribadatan umat Kristen juga awalnya dipakai umat Katolik sebelum Gereja Katolik Purbayan berdiri.
Neftali mengatakan bangunan gereja saat sudah banyak berubah tidak seperti dulu lagi. Kenapa ini berubah, karena saat Kota Solo terjadi banjir besar tahun 1966 banyak bangunan rusak.
"Yang rusak itu bangunan di bagian depan, kursi-kursi hanyut sampai di Tugu Jam Pasar Gede. Sehingga kemudian dilakukan restorasi," ujarnya.
Bangunan yang dari dulu masih bertahan hingga sekarang itu dari mimbar hingga bangunan bagian belakang. Bahkan lantai di bagian belakang masih dipertahankan, itu lantai asli dari dulu.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- Klub Impian Masa Kecil Jadi Faktor Jay Idzes Terima Pinangan Aston Villa
- Siapa Lionel de Troy? Calon Bintang Timnas Indonesia U-17, Junior Emil Audero
- 5 Rekomendasi Bedak Tahan Air dan Keringat Murah: Anti Luntur Sepanjang Hari
Pilihan
-
Riau Bangga! Tarian Anak Pacu Jalur Viral Dunia, Ditiru Bintang PSG hingga Pemain AC Milan
-
Baru Jabat 4 Bulan, Erick Thohir Copot Dirut Bulog Novi Helmy Prasetya dan Disuruh Balik ke TNI
-
Resmi! Ramadhan Sananta Gabung ke Klub Brunei Darussalam DPMM FC, Main di Liga Malaysia
-
CORE Indonesia: Ada Ancaman Inflasi dan Anjloknya Daya Beli Orang RI
-
Bukan Patrick Kluivert, Ini Pelatih yang akan Gembleng Mauro Ziljstra dalam Waktu Dekat
Terkini
-
Darul Amanah FC Bertanding di Youth Tournament, Kiai Fatwa: Ini Syiar Pesantren di Sepak Bola
-
Blak-blakan! Bos PT Sritex Ungkap Alasan Ogah Simpan Uang Miliaran di Bank
-
UNS Usulkan Mahasiswi yang Bunuh Diri dari Jembatan Jurug Tetap Diwisuda, Begini Prosesnya
-
Kaget Uang Rp 2 Miliar Ikut Disita Kejagung, Petinggi PT Sritex: Itu Tabungan Pendidikan Anak
-
Dugaan Korupsi Bos PT Sritex, Kejagung Geledah Gedung Mewah di Solo, Apa Hasilnya?