Karena di Solo tidak selesai, lalu masalah ini dipindahkan ke Boyolali. Tahun 2019 dikenakan Rp 75 juta, pada 2020 diminta untuk membayar Rp 200 juta dan urusan semua selesai.
"Jadi saya tidak nawar, langsung siap. Setelah itu beberapa bulan, saya dipanggil lagi untuk tanda tangan penyelesaian. Lalu ditanyakan lagi yang Rp 671 juta dan saya tetap tidak sanggup," tuturnya.
"Tapi berjalannya waktu sampai 2022, saya dapat penghargaan dan kena pajak Rp 24 juta. Tahun 2021 kena Rp 137 juta, 2023 kena Rp 141 juta," lanjut dia.
Sebelum rekening diblokir, dapat surat dari KPP Pratama Boyolali untuk musyawarah masalah Rp 671 juta dan diminta bayar tapi tidak sanggup. Lalu diminta bayar Rp 110 juta, padahal itu keuntungannya.
"Saya dikasih bayar itu Rp 110 juta tapi tidak sanggup. Lalu, 4 Oktober kemarin diblokir. Setelah diblokir saya datang ke kantor pajak untuk menyerahkan surat dari bank dan NPWP, mau berhenti dagang susu," imbuhnya.
Tapi buku bank dan NPWP diminta untuk dibawa pulang dan akan dibicarakan di kantor pajak dulu. Satu minggu kemudian memberitahu kalau aturannya tidak bisa dan tetap diminta bayar.
"Karena tidak bisa, saya kembalikan lagi buku bank dan NPWP meski dari kantor pajak tidak mau menerima. Saya tetap mengembalikan dan satu minggu setelah itu, saya berhenti tidak mengambil susu," tandas dia.
Pramono juga mengaku sudah berpamitan dengan para petani dan peternak, bahwa UD Pramono tidak lagi menerima susu. Selain itu juga sudah berpamitan dengan dua industri pengolahan susu (IPS) dan rekan-rekan kerja dari Jakarta yang ada tujuh kelompok.
"Mulai Jumat (1/11/2024) saya sudah tidak menerima dan mengirim susu. Tapi tak berselang lama, saya dihubungi Dinas Peternakan Boyolali supaya tetap beroperasi dan nanti akan dibantu penyelesaiannya," terangnya.
Baca Juga: Tanding Fun Football di Boyolali, Kaesang Pangarep Pede Pakai Jersey 'Putra Mulyono'
Pramono pun menyanggupi permintaan Dinas Peternakan Boyolali sambil menunggu kabar penyelesaiannya sampai mana. Makanya sampai sekarang masih beroperasi.
Pramono mengaku per hari itu susu yang masuk 20 ribu liter. Itu dari enam kecamatan, yakni Jatinom (Klaten), Tamansari, Musuk, Cepogo, Ampel, dan Mojosongo.
"Itu dari peternak dan kelompok, jadi ada yang tiga orang, tujuh hingga 20 orang. Jadi kalau berhenti beroperasi maka peternak di enam kecamatan itu tidak bisa jalan, maka berdampak banyak orang," tandas dia.
"Kalau hasil dari penyelesaian lewat Dinas Peternakan gagal, ya tutup. Aku wes ra mampu (Saya sudah tidak sanggup). Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajek (Saya tidak menyalahkan bank dan KPP Pratama). Sing penting kulo ora mampu. (Kedua) tanganku ora mampu, keju kabeh, ra isoh nyambut gawe (Saya hanya sudah tidak mampu karena capek, tidak bisa kerja lagi)," pungkasnya.
Kontributor : Ari Welianto
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Berkaca Kasus Nikita Mirzani, Bolehkah Data Transaksi Nasabah Dibuka?
-
Emas Antam Makin Terperosok, Harganya Kini Rp 1,8 Juta per Gram
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
Terkini
-
34 Suporter Ditangkap di Laga Persis Solo vs Persija, Ini Penyebabnya
-
Pesangon Eks Karyawan PT Sritex Belum Cair, Ada yang Tembus Rp 100 juta
-
Tim Kurator Sudah Daftarkan Lelang Aset PT Sritex Group, Sementara Benda Bergerak Dulu
-
Puluhan Eks Karyawan PT Sritex Menangis di Upacara HUT ke-80 RI, Berharap Pesangon Cair
-
Wungkul Run: Cara Warga Solo Sambut HUT ke-80 RI dengan Lari Santai dan Berkostum Unik