SuaraSurakarta.id - Ketua Umum Kornas Jokowi Milenial, Akhrom Saleh menantang semua pihak, termasuk generasi milenial untuk membuka kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang hingga kini belum ada kejelasan.
Hal tersebut ditegaskan Akhrom setelah banyak pihak yang mengungkit kasus penculikan aktivis tahun 1999 sekaligus mengarah ke sosok Prabowo Subianto.
Prabowo saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad).
“Ini perlu saya luruskan, sembilan aktivis semuanya pulang, tidak ada yang mati. Silahkan dicek, di-googling, ada enggak. Kalau ada yang meninggal karena sakit, anggota DPR dari Gerindra, Desmond. Sembilan aktivis sudah kembali,” kata Akhrom dilansir dari Timlo.net--jaringan Suara.com, Minggu (24/9/2023).
Akhrom mengapresiasi generasi muda yang bersikap kritis. Termasuk mempertanyakan kasus itu. Namun, ada kasus lain yang tidak kalah penting untuk dipertanyakan lagi, yaitu 14 aktivis yang hilang atau belum kembali.
"Banyak aktivis yang tidak kembali, ada 14 orang, kenapa enggak dibuka. Silakan direkam. Saya Akrom Saleh, Ketua Umum Kornas Jokowi Milenial, saya tantang, kenapa enggak dibuka 14 aktivis yang meninggal, termasuk Marsinah dan aktifis Munir," jelas dia.
Akhrom juga mengungkit kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir 2004.
"Kenapa selalu lima tahunan Prabowo dikatakan penculik. Dia sudah dipecat, sudah menanggung risiko," ujarnya.
Mantan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi itu menantang semua penegak kebijakan di negeri ini untuk membuka kasus hilangnya 14 aktivis.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Enggan Tanggapi Isu Soal Potensi Berduet dengan Prabowo
"Buka! Supaya kita fair. Siapa pun yang menculik, buka, siapa pun masa lalu," kata dia.
Akhrom mengajak para aktivis Generasi Y dan Generasi Z ikut menyuarakan agar kasus tersebut dibuka ke publik. Tak hanya itu, dia juga menyerukan agar semua pihak mendorong supaya aktor intelektual pembunuhan Munir yang diracun, juga dibuka.
Dia mengatakan sebuah perjuangan untuk keadilan dan keterbukaan mempunyai konsekuensi yang harus ditanggung. Dia mencontohkan gerakannya yang menuntut agar Dwi Fungsi ABRI dihapus pada 1999. Gerakan itu berdampak sangat besar.
"Tentara tidak boleh menempati posisi-posisi sipil. Yang ada, hancur kantor kami, diculik kami, disiksa, disetrum. Itu lah konsekuensi dari perjuangan. Hari ini harapanya kepada Generasi Z untuk mengubah bangsa ini semakin baik lagi," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Wali Kota Solo Berencana Terapkan WFA ASN, Ini Respon Wamendagri
-
Sidang Mediasi Citizen Lawsuit Ijazah Palsu Jokowi Diprediksi Berakhir Deadclok?
-
Nekat Pesta Miras di Siang Bolong, Tiga Pria Ini Dikukut Polisi di Kawasan Manahan
-
Rencana WFH Dikritik Legislatif, Wali Kota Solo Beri Respon Menohok
-
DPRD Solo Kritik Rencana Wali Kota Terapkan WFH usai Dana ke Daerah Dipangkas