SuaraSurakarta.id - Isak tangis mewarni prosesi pemakaman jenazah istri aktivis Solo Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah (55) atau Sipon di Astana Purwoloyo, Solo, Jumat (6/1/2023).
Sebelum dimakaman, keluarga, yakni kedua anaknya, menantu, dan cucu, melakukan prosesi brobosan.
Kemudian jenazah dibawa ke rumah duka di Kampung Kalangan RT 01 RW 14 Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Solo menuju Masjid Al Anshor untuk disalatkan.
Usai disalatkan, selanjutnya jenazah dibawa ke Astana Purwoloyo Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres untuk dimakamkan. Puluhan pelayat pun hadir dan mengiringi proses pemakaman aktivis perempuan tersebut.
Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo menilai jika kakak iparnya merupakan seorang perempuan yang teguh.
"Hampir seperempat abad menanti keadilan, menanti kepastian, dan menanti pulangnya Wiji Thukul. Saya kira dia sampai akhir hayatnya dia tidak menyerah," ujar dia saat ditemui di rumah duka, Jumat (6/1/2023).
Wahyu menyebut jika Mbak Sipon bukan hanya istri aktivis tapi ia juga seorang aktivis. Kalau di puisi Mas Wiji Thukul itu yang judulnya ketika jenderal marah-marah.
"Itu Mas Wiji Thukul mengakui bahwa analisisnya Mbak Pon (Sipon) mengenai situasi terkini. Sehingga Thukul harus melarikan diri, itu memperlihatkan bahwa Mbak Pon itu bukan istri aktivis tapi dia aktivis itu sendiri," terang dia.
Perjuangan untuk mencari keadilan akan terus dilanjutkan meski Sipon telah berpulang.
Baca Juga: Hingga Mbak Sipon Tutup Usia, Janji Jokowi Cari Wiji Thukul yang Hilang Belum Juga Terwujudkan
"Harapannya Mbak Pon sudah tidak ada, tapi semangat mencari keadilan kepastian Wiji Thukul dan korban-korban orang hilang akan tetap kita lanjutkan," ungkapnya.
Wahyu mengatakan pencarian keadilan itu dapat dilakukan dengan banyak jalan. Itu seperti melalui tim yudisial pemerintah untuk menyelesaikan persoalan HAM.
"Saya kira ini menjadi pelajaran juga bagi mereka. Bahwa mengedepankan kebutuhan korban itu urgent, banyak korban-korban menanti keadilan sampai tidak bisa menikmati apa yang harusnya didapatkan dari proses penegakan ham ini sendiri," papar dia.
Wahyu berharap anak-anak Wiji Thukul dan Sipon, yakni Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah bisa melanjutkan apa yang selama ini sudah disuarakan.
Ia (Sipon-red) menjadi inisiatif dari keluarga korban untuk mencari kepastian orang-orang hilang.
"Ia aktif di IKOHI, ikatan orang hilang Indonesia. Ia yang mendorong Komnas HAM, menerbitkan sertifikat korban pelanggaran HAM. Terutama buat orang-orang yang hilang," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
Terkini
-
Drama Keraton Solo! Tak ada Undangan untuk PB XIV Purboyo, GKR Timoer: Benar-benar Tidak Diundang
-
Perpecahan Keraton Surakarta: Peresmian Panggung Sangga Buwana Tanpa Kehadiran Sentana Penting
-
Dari Area Skatepark Solo, Lahir Atlet Skateboard Peraih Medali Emas di SEA Games
-
Polsek Grogol Gelar Rekonstruksi Kasus Kekerasan Bersama Berujung Kematian
-
Geger di Keraton Solo! Gusti Moeng Marah Besar Tak Bisa Masuk Museum, Pintu Digembok Kubu PB XIV