Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Minggu, 26 September 2021 | 15:40 WIB
Situs gajah putih di Sawit Kabupaten Boyolali memilki kisah menarik. Gajah itu konon katanya adalah sumpah serapah dari petinggi kerajaan mataram kuno. [Suara.com/ Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Situs Gajah Putih atau Gajah Ndekem yang berada di Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Boyolali merupakan salah satu situs bersejarah.

Situs Gajah Putih yang berada satu lokasi dengan Museum Gempa 2006 ini merupakan peninggalan pada zaman Mataram Kuno. 

"Di dalam Museum Gempa Bumi itu ada situs Gajah Putih. Itu peninggalan zaman Mataram Kuno, riwayatnya itu ada dua versi" terang 
sesepuh Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Boyolali, Kardiyo, MInggu (26/9/2021).

Situs Gajah Putih tersebut memiliki asal usul lewat tulisan yang terdapat di sekitar situs. 

Baca Juga: New Audi RS 4 Avant Tampil Lebih Sporty, Refleksikan Ciri Khas 25 Tahun Terakhir

Diceritakan, pada zaman Mataram Kuno di Kerajaan Prambanan sekitar abad IX-X terjadi persengketaan keluarga kerajaan. Karena persengketaan kerajaan semakin runcing, salah satu putra raja bernama Pangeran Eling-eling melarikan diri dari kerajaan. 

Beliau membawa harta benda dan pusaka yang dinaikan ke seekor Gajah bernama "liman seto" yang berarti "gajah putih". 

Dalam pelariannya, Pangeran Eling-Eling ditemani para pengikut setianya. Mereka seperti Adipati Kurnus Saputro (Adipati Plaosan) dan patih Kerajaan Prambanan bernama Potroyudho.   

Tahu Pangeran Eling-Eling melarikan diri, maka saudara-saudaranya mengejar ke arah Kerajaan Pengging Sepuh. Menyadari hal itu, kemudian Patih Potroyudho menyabda gajah yang membawa harta benda menjadi batu. 

Kemudian Pangeran Eling-Eling dan para pengikutnya melanjutkan pelariannya ke gunung Rogo Runting yang berada di sebelah utara Simowaleh.  

Baca Juga: Kunjungan Kerja Komisi VIII Pantau Pengelolaan Asrama Haji Donohudan

Saat saudara-saudaranya sampai di Kerajaan Pengging Sepuh, Patih Protoyudho mengatakan bahwa gajah yang membawa harta benda sudah menjadi batu. 

Sedangkan untuk harta-hartanya disimpan di bawah tanah yang pintu gerbangnya tertutup oleh batu gajah tersebut. Untuk mengambil harta tersebut harus memindahkan batu tersebut. 

Sebenarnya itu merupakan tipu muslihat Patih Protoyudho. Harta yang disimpan disitu hanya sedikit, sedangkan harta yang banyak dibawa ke Gunung Roro Gunting. 

"Saat terjadi huru hara di Kerajaan Prambanan, Pangerang Eling-Eling lari membawa harta benda yang dinaikan gajah. Ceritanya seperti itu," katanya. 

Menurutnya, batu-batu arca di sekitar Museum Gempa dan situs Gajah Putih banyak. Kemungkinan kalau tanahnya digali akan banyak ditemukan reco-reco. 

"Ini zaman sebelum Kerajaan Majapahit, jauh sebelum itu malah," ungkap dia. 

Saat ini situs tersebut banyak dikunjungi masyarakat yang ingin tahu Gajah Putih yang sedang ndekem dan dikeramatkan oleh masyarakat. 

Apalagi tempatnya itu satu lokasi dengan Museum Gempa bumi yang dibangun 11 tahun setelah kejadian tersebut. 

"Jadi pengunjung selain tahu sejarah gempa bumi Yogyakarta bisa tahu juga tentang asal usul gajah putih," imbuhnya. 

Patung gajah putih tersebut berada di bawah bangunan sebelah kiri setelah prasti museum. Terlihat batu berbentuk gajah dengan posisi ndekem berada di tempat yang sengaja dibuat dengan bentuk kotak. 

Kontributor : Ari Welianto

Load More