Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 21 September 2021 | 08:53 WIB
Penampakan batu yang dikeramatkan warga Dukuh Gebangkota, Desa Gebang, Masaran, Sragen, Minggu (19/9/2021). [Solopos-Moh Khodiq Duhri]

SuaraSurakarta.id - Batu yang konon tak bisa dipindah membuat heboh warga Dukuh Gebangkota, Desa Gebang, Kabupaten Sragen. Lalu apakah itu batu keramat?

Menyadur dari Solopos.com, warga Sragen tersebut sempat hendak memindahkan batu itu ke lokasi lain supaya tidak mengganggu akses jalan yang baru saja dibangun. Batu itu pun tidak bisa dipindah. 

Bahkan warga sampai mendatangkan ekskavator untuk memindahkan batu keramat itu dari tempatnya. Akan tetapi, nyatanya ekskavator itu tak mampu mengangkat batu berdiameter sekitar satu meter tak jauh dari gua petilasan Pangeran Mangkubumi itu.

Tumin, 55, warga sekitar saat ditemui Solopos.com di lokasi batu keramat di Gebang, Minggu (19/9/2021), mengatakan karena ekskavator tak mampu memindahkan batu itu, warga kemudian mendatangkan tukang ahli pecah batu.

Baca Juga: Ribuan Ikan Mati Mendadak di Waduk Kedung Ombo Sragen

“Ia sempat datang ke sini. Namun, ia hanya menengok batu itu dan tidak mau memecah batu itu. Bagi warga sekitar, batu itu akhirnya jadi misteri karena tidak bisa dipindah,” kata dia.

Tapi kemudian salah seorang sesepuh warga memberi tahu batu itu sejatinya adalah nisan. Tepatnya nisan seorang panglima perang wanita pengikut setia Pangeran Mangkubumi.

Namanya Panembahan Senopati Nyai Tuginah Wiro Atmojo yang merupakan putri Tumenggung Wiro Atmojo. “Itu cerita dari sesepuh yang paham soal kebatinan. Batu itu dipercaya adalah nisan pemberian Pangeran Mangkubumi sebagai penanda makam anak buahnya yang gugur,” ujar Tumin.

Tak jauh dari lokasi, terdapat 20 makam lain yang juga dipercaya sebagai pusara para pengikut Pangeran Mangkubumi. Makam para pengikut Pangeran Mangkubumi itu hanya ditandai tumpukan batu. Delapan makam berada di satu lokasi.

Tumbuh Pohon Wawungan

Baca Juga: Bermodal Bujuk Rayu, Wawan Kelabuhi 2 Janda Muda di Sragen hingga Kuras Harta Benda

Sementara makam lainnya tersebar di tepi Sungai Mungkung. “Dulu ada banyak warga pendatang yang biasa di sini. Tujuannya macam-macam mulai dari bertapa di gua hingga berziarah. Itu terjadi sekitar 1980-an,” papar Suroto, tokoh masyarakat desa setempat.

Lebih lanjut, Tumin menguraikan di atas batu keramat di Desa Gebang, Sragen, dahulu tumbuh pohon wawungan yang juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Sempat ada warga sekitar mengambil sebagian batang kayu dari pohon itu untuk dipakai membuat gagang cangkul.

Tapi sesaat setelah mengambil kayu, warga tersebut jatuh sakit. Batang kayu itu akhirnya dikembalikan ke lokasi awal.

Kini pohon wawungan itu sudah lapuk dimakan usia. Namun tidak ada warga sekitar yang berani menggunakan batang pohon itu sebagai kayu bakar.

Saat ini, kayu dari pohon wawungan itu teronggok di seberang jalan. “Kami akan membawa batang kayu itu ke lokasi semula. Kayu itu tidak boleh diseret, tetapi harus diangkat supaya tidak patah,” papar Tumin.

Load More