Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 22 Juni 2021 | 18:16 WIB
Warga mendata makam yang dirusak di kompleks permakaman umum Cemoro Kembar, Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Senin (21/6/2021). [Solopos/Nicolous Irawan]

SuaraSurakarta.id - Kasus perusakan makam non muslim di Kota Solo menjadi perhatian banyak pihak. Peristiwa itu jika tidak segera ditangani maka akan menjadi ancaman pecahnya kerukunan umat beragama di Indonesia. 

Dilansir dari Solopos.com, Pemerhati Anak, Ketua Sahabat Kapas, Dian Sasmita, menanggapi perusakan makam yang dilakukan oleh sepuluh anak-anak di Mojo, Pasar Kliwon, Solo.

Menurutnya hal itu merupakan tanggung jawab bersama. Ia mengatakan pelaku perusakan makam masih anak-anak,  sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak kurang dari 12 tahun tidak termasuk dalam kategori Anak Berhadapan Hukum.

Lalu, umur kurang dari 14 tahun sanksinya tindakan dan tidak boleh penjara. 

Baca Juga: Pelajar SD Rusak Makam Non Muslim, SETARA: Kelompok Konservatif Tengah Sasar Anak-Anak

Ia menyebut hal itu sebagai kenakalan bukan tindakan kriminalitas karena anak sebagai korban edukasi dan pengasuhan yang kurang tepat. Edukasi dan pengasuhan yang salah akan berakibat pada perilaku anak saat ini. Terkait kasus perusakan makam di Mojo Solo, anak-anak yang menjadi pelaku merupakan siswa pendidikan informal.

“Kenakalan anak dalam kasus itu perlu dilihat lebih luas. Apa penyebabnya, bagaimana pengasuhan di keluarganya, bagaimana situasi lingkungan bermain dan pertemanan anak,” imbuh Dian.

Menurutnya, penggalian informasi itu seharusnya dilakukan oleh tenaga profesional yang terlatih seperti pekerja sosial, psikolog, dan Pendamping Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas). Kolaborasi tiga profesi itu diharapkan dapat memberi informasi akurat.

Hal itu dikarenakan penyelesaian kasus anak tidak hanya untuk menjawab why dan memenuhi unsur hukum saja. Namun harus dapat memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak. Hal itu agar perilaku serupa tidak terulang, tidak muncul dendam, tidak membuat trauma, dan minder.

“Penanganan kenakalan anak harus dilakukan oleh lintas profesi untuk mendukung upaya rehabilitasi dan reintegrasi anak secara utuh. Saya lihat dari umur anak itu sangat butuh dukungan lintas profesi. Agar tidak salah penanganan,” papar Dian.

Baca Juga: Kasus Perusakan Makam di Solo, Gibran: Kasus Diserahkan Kapolres, Sekolah Wajib Ditutup!

Dian menambahkan anak-anak itu tetap butuh rehabilitasi. Minimal untuk membantu mereka memperbaiki persepsi tentang perbuatan yang salah dan benar. Lalu, orang dewasa yang telah memberi dampak buruk ke anak wajib diberikan sanksi, bisa bentuk tindakan pelayanan sosial atau sanksi lainnya.

“Semangat dalam penyelesaian kasus ini adalah keadilan restoratif. Keadilan yang memulihkan bagi semua pihak yakni masyarakat, pelaku, korban,” ucap dia.

Menurut Dian anak-anak masuk kategori rentan. Jika salah treatment atau tidak tuntas, maka mereka yang rentan bisa jadi pelaku tindak pidana lain dikemudian hari.

“Kami di Kapas meyakini bahwa pemulihan satu anak saat ini sama dengan menyelamatkan satu keluarga di masa depan,” papar Dian.

Ia menyebut anak-anak itu kelak tumbuh dewasa dengan bentuk keluarga. Maka sejak dini perlu dikenalkan dan disadarkan tentang nilai-nilai kehidupan yang universal seperti toleransi, kasih sayang, dan menghindari kekerasan.

Load More