SuaraSurakarta.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta atau lebih dikenal dengan Solo akan menerapkan aturan tegas pada libur akhir tahun ini. Aturannya yaitu akan mengkarantina para pandatang. Hal itu memunculkan reaksi para kalangan pengusaha.
Sejumlah pengusaha merasa dirugikan dengan kebijakan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, yang akan mengarantina warga luar kota yang berlibur akhir tahun di Solo. Mereka menyebut kebijakan itu dibuat sepihak tanpa melibatkan kalangan pengusaha, terutama perhotelan dan pariwisata.
Kebijakan ini bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah DIY yang justru membuka lebar pintu kunjungan wisatawan dari luar daerah. Pemerintah DIY menilai kini tidak relevan lagi membatasi kunjungan dari luar kota.
Pengusaha perhotelan, restoran, dan wisata yang paling terdampak kebijakan Wali Kota Solo ini. Banyak pesanan kamar maupun agenda meeting incentives conference and exhibitions (MICE) yang akhirnya dibatalkan. Kunjungan wisatawan yang sempat membaik dalam sebulan terakhir kini kembali anjlok.
Seperti yang terjadi di House of Danar Hadi. Rencana kunjungan sejumlah rombongan dari luar kota yang telah reservasi akhirnya dibatalkan. Sebelum aturan karantina bagi pemudik viral, jumlah kunjungan ke Danar Hadi mencapai 30%-40% selama masa pandemi.
"Ke depannya sebaiknya mendudukkan semua stakeholder pariwisata [Asita, PHRI] dalam memutuskan sesuatu. Covid-19 ini jelas bahaya, tapi kita harus pandai mengatur rem dan gas. Dua-duanya sebaiknya diperhatikan [kesehatan dan ekonomi],” kata Asisten Manajer Museum Batik Danar Hadi Solo, Asti Suryo Astuti, dilansir Solopos.com, Kamis (10/12/2020).
Ia mengaku atraksi berupa showroom, restoran, dan museum batik di House of Danar Hadi sangat terdampak dengan adanya kebijakan karantina pemudik tersebut.
Solo Paling Lambat Bangkit
Keluhan yang sama dilontarkan General Manager Fave Hotel Solo, Ika Florentina. Ia menyebut kebijakan Rudy, sapaan akrab Wali Kota, merugikan bisnis perhotelan.
Baca Juga: Kalah dari Gibran, Bagyo Wahyono akan Kembali Menjadi Penjahit
“Saya yakin pejabat publik melakukan sesuatu pasti ada alasannya. Akan tetapi, ini sudah terlampau mengacaukan, cenderung menghancurkan [bisnis hotel]. Pejabat negara mungkin tidak tahu kalau dari sisi bisnis, pada Desember ini peak season kami sehingga budgeting sangat tinggi. Okupansi kami akhirnya jatuh ke angka 27%. Padahal biasanya kami pada masa begini bisa dapat 70%-80%,” kata Ika.
Ika mengibaratkan saat ini situasi bisnis hotel kembali pada kondisi Maret April 2020. Bahkan, ada hotel yang mau melakukan unpaid leave [cuti di luar tanggungan bagi karyawan] lagi.
"Dari analisis Archipelago International, Solo itu paling lambat recovery-nya jika dibandingkan Jogja atau Semarang. Hal ini karena blunder over negative exposure. Survei online travel agent pun demikian, demand Solo sangat drop,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
7 Sewa Mobil Murah di Solo untuk Liburan 2025, Harga Mulai Rp200 Ribuan
-
Duh! Libur Nataru Museum Keraton Solo Masih Digembok
-
10 Tempat Wisata Wonogiri yang Lagi Viral untuk Libur Akhir Tahun 2025
-
7 Angkringan Legendaris di Solo: Murah, Kenyang, dan Penuh Kenangan!
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan