7 Fakta Watu Gilang yang Menjadi Penentu Legitimasi Raja Keraton Surakarta

Klaim penerus Keraton Surakarta memicu kontroversi. KGPH Benowo tantang bersumpah di Watu Gilang, batu sakral Majapahit penentu legitimasi raja.

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 20 November 2025 | 07:45 WIB
7 Fakta Watu Gilang yang Menjadi Penentu Legitimasi Raja Keraton Surakarta
Ilustrasi watu gilang di Keraton Kasunanan Surakarta. [AI/ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Klaim penerus Pakubuwono memicu sensitifitas karena Keraton masih terbelah dua raja berjalan bersamaan.
  • KGPH Benowo menantang siapa pun bersumpah di Watu Gilang, titik legitimasi tertinggi Keraton.
  • Watu Gilang sakral, penuh konsekuensi, dan jadi pusat kontroversi dalam dinamika suksesi Surakarta.

Benowo menegaskan adanya risiko serius bagi mereka yang berani mengikrarkan diri sembarangan.

Ada kepercayaan bahwa Watu Gilang bisa membawa sakit atau bahkan kematian bagi pihak yang tidak layak atau tidak jujur. Unsur sakralitas ini menjadikan ikrar di atas batu tersebut sebagai ritual penuh konsekuensi moral dan spiritual.

4. Pernah Ditutup agar Tidak Disalahgunakan

Watu Gilang pernah ditutup agar tidak digunakan oleh orang yang tidak berkepentingan. Penutupan ini menunjukkan bahwa batu tersebut tidak bisa diperlakukan sebagai objek biasa. Ia hanya dibuka bila ada upacara resmi atau prosesi penting, mempertegas eksklusivitas fungsinya.

Baca Juga:Wong Solo Merapat! Saldo DANA Kaget Rp299 Ribu Siap Bikin Hidup Makin Ceria, Sikat 4 Link Ini!

5. Menjadi Tempat Penetapan Penerus Pakubuwono

Dalam catatan dan wawancara dijelaskan bahwa tokoh yang diklaim sebagai penerus telah mengikrarkan diri sebagai Pakubuwono di atas Watu Gilang, mengikuti tata cara yang diwariskan leluhur. Penyebutan urutan raja menunjukkan bahwa tradisi sumpah di Watu Gilang telah berlangsung sangat panjang dan terus dijaga.

6. Tidak Bisa Digantikan Ruang Sakral Lain

Meskipun Keraton memiliki ruang-ruang sakral seperti Oraisoning Sasono Sewoko, Oraisoning Sasono Ndrowino, dan Oraisoning Dalam Agung Prabowo Siyoso, semuanya tidak bisa menggantikan Watu Gilang sebagai lokasi penetapan resmi raja Pakubuwono. Batu ini tetap diperlakukan sebagai titik legitimasi tertinggi.

7. Tantangan Terbuka bagi Pihak Lain

Baca Juga:10 Babak Perebutan Takhta Keraton Solo: Kisah Lengkap Dua Putra Raja yang Saling Mengklaim

Pernyataan paling tegas muncul ketika KGPH Benowo menantang siapa pun yang mengaku sebagai raja Keraton untuk bersumpah langsung di Watu Gilang. Tantangan ini tidak disertai paksaan, tetapi seluruh risiko ditanggung pribadi. Ia menegaskan bahwa keluarga pihak lain sudah diberi tahu dan dipersilakan datang bila merasa berhak dan berani.

Kontroversi tentang Watu Gilang terus hidup karena ia bukan sekadar batu keramat, melainkan simbol legitimasi raja Pakubuwono dari masa ke masa.

Dari batu yang tampak sederhana itu lahir sumpah, keberanian, hingga dinamika suksesi yang berlangsung lintas generasi. Memahami Watu Gilang berarti memahami inti tradisi Keraton Surakarta yang tetap dijaga hingga hari ini.

Kontributor : Dinar Oktarini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak