- Mahkamah Konstitusi menghapus frasa pada Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002, mewajibkan anggota Polri aktif mundur dari jabatan sipil.
- Pakar hukum menilai keputusan ini berpotensi menimbulkan kekosongan keahlian teknis di kementerian dan lembaga yang sangat memerlukan penyidikan Polri.
- Disarankan regulasi diperbaiki agar tetap ada ruang bagi penugasan Polri di luar institusi dengan syarat tupoksi berkaitan dan adanya penugasan Presiden.
SuaraSurakarta.id - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil menuai kritik dari sejumlah pakar hukum.
Salah satunya datang dari Ahli Hukum Universitas Dirgantara, Sukoco yang menilai putusan tersebut berpotensi menimbulkan persoalan serius bagi banyak kementerian dan lembaga yang selama ini membutuhkan keahlian teknis dari kepolisian.
Seperti diketahui MK memutuskan untuk menghapus frasa di Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sehingga anggota Polri yang menjabat di luar institusi harus mundur atau berhenti dsri Polri.
Baca Juga:KNPI Nilai MBG Jadi Momentum Strategis Tekan Stunting dan Bangun Budaya Sehat
“Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun 2002 hanya terdiri 3 ayat, dengan putusan MK tersebut penjelasan Pasal 28 ayat 3 dinyatakan tidak berkekuatan hukum tetap, sehingga anggota Polri yang menduduki jabatan di luar Polri apapun alasanya harus berhenti dari Polri, dampaknya kementerian atau badan yang memerlukan penugasan dari Kepolisian tidak bisa kecuali berhenti dari Polri atau tetap harus mundur, kelemahanya bagaimana dengan BNN dan lain-lain yang memerlukan Polri?” ujar Sukoco saat dihubungi wartawan, Sabtu (15/11/2025).
Ia menilai putusan MK akan menciptakan kekosongan dalam sejumlah lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), yang dalam praktiknya sangat membutuhkan keahlian penyidikan dan operasional yang umumnya dimiliki anggota Polri.
Menurut Sukoco, seharusnya MK tidak mencabut keseluruhan penjelasan pasal. Dia menilai, MK seharusnya memperbaikinya agar tetap memberi ruang bagi anggota Polri mengisi jabatan tertentu di luar struktur Polri.
“Lain hal ya kalau ayat 3 penjelasanya disempurnakan, menjadi ‘kecuali kementerian di luar Polri namun masih ada sangkut pautnya dengan tupoksi Polri, dengan penugasan Presiden’,” jelasnya.
Ia menambahkan, rumusan seperti itu tetap menjaga prinsip konstitusional terkait pemisahan Polri dari jabatan sipil, tetapi tidak menghambat penugasan yang memang diperlukan untuk kepentingan negara.
Baca Juga:Polisi Absen Lagi, Sidang Gugatan Citizen Lawsuit Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Ditunda
“Frasa tersebut masih memungkinkan Polri bisa menduduki jabatan di luar Polri dengan sarat: Pertama, Tupoksi berkaitan. Kedua, Penugasan Presiden.”
Sukoco menyatakan, pembatasan total seperti diputuskan MK justru berisiko melemahkan efektivitas lembaga yang sangat bergantung pada kompetensi kepolisian. Karena itu, ia mendorong agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan revisi regulasi agar ada kejelasan mekanisme penugasan yang tetap sesuai dengan prinsip konstitusi, tetapi tidak mengganggu kebutuhan operasional negara.